Minggu, 06 Desember 2009

TUGAS ASIA BARAT DAYA
NAMA : I PUTU HENDRA MAS MARTAYANA
NIM : 0714021011
KELOMPOK : KELOMPOK 5
JURUSAN : PENDIDIKAN SEJARAH
A. RANGKUMAN
Sub Topik : Karbala,Kufa dan Najaf
Tiga kota yang menjadi pusat Kaum Syiah, yakni Karbala, Kufa dan Najaf. Syiah sangat kuat di tiga kota suci ini. Najaf dan Karbala adalah dua kota yang didedikasikan untuk Imam Ali dan Husain. Walaupun Syiah merupakan mayoritas di Irak, namun mereka tidak mampu memainkan peran yang penting dan menentukan di dalam pemerintahan.Mereka malah diperintah sebagai kelas yang kurang mampu oleh kaum minoritas Sunni.
Disposisi geografik Komunitas Syiah juga sangat merugikan. lokasi sentral komunitas ini dan membuat mereka jauh lebih mudah dijangkau rezim berkuasa.mereka gampang dikontrol oleh penguasa yang berakibat tingkat kohesivitas kepemimpinan di kalangan Syiah sangat kurang karena tekanan penguasa.
Di bidang politik, Komunitas Syiah melahirkan organisasi oposisi bernama, al-Da’wa al-Islamiyyah (partai Da’wa). Partai ini dibentuk karena terinspirasi ajaran-ajaran Ayatollah Muhammad Baqr al-Sadr (1935-1980). Tujuannya adalah ingin mengganti negara sekuler modern partai Ba’ath pimpinan Saddam Husain dengan tatanan dan hukum sosial politik Islam. tentu saja hal tersebut mendapat tentangan dari penguasa yang berakibat pada bentrok fisik dan penindasan penguasa terhadap Komunitas Syiah
Tindakan tegas terhadap partai Da’wa justru melahirkan organisasi-organisasi berhaluan keras. apalagi ditambah dengan Revolusi Islam pada 1979 di Iran yang dikomandoi oleh imam besar, Ayatollah Ruhollah Khomeini dengan menumbangkan Shah Iran, Reza Pahlevi.
Untuk mengantisipasi munculnya sentimen anti pemerintah, Saddam menggunakan taktik baru yakni berusaha meyakinkan Komunitas Syiah Irak bahwa dirinya merupakan keturunan langsung dari Imam Ali, imam pertama Syiah dan ia buktikan dengan memakai jubah Syiah (Abbaya) serta mengunjungi pemukiman-pemukiman Syiah. Namun hal tersebut tak berhasil mendapatkan simpati Komunitas Syiah.
Rasa nasionalisme Kaum Syiah sebagai warga negara Irak sebenarnya tidak diragukan lagi. Ini terbukti ketika pecah Perang Irak-Iran (1980-988), banyak di antara mereka adalah para prajurit yang turun ke medan perang melawan Iran.
Perang Irak-Iran adalah perang perbatasan antara kedua negara yang dimulai pada 22 September 1980 dan berakhir pada 20 Agustus 1988 yang dipicu oleh keinginan Saddam untuk menguasai sepenuhnya jalur laut Shatt al-Arab yang terletak di teluk dan kaya akan minyak. Perang juga dipicu akan kekawatiran Irak dan Negara-negara Arab akan lahirnya militansi Islam di negaranya masing-masing setelah terjadi Revolusi Islam.
Di tahun 90-an, muncul tokoh baru Syiah dari keluarga al-Sadr, Ayatollah Muhammad Sadiq al-Sadr. Ia sepupu dari Ayatollah Muhammad Baqir al-Sadr. Kehadirannya benar-benar memberikan kekuatan kepada kaum Syiah Irak karena ia berani mengkritik penguasa dan mengecamnya. Akhirnya Saddam menangkap dan membunuhnya di Najaf di tahun 1999 bersama dua putra tertuanya. Namun putra bungsunya, Moqtada al-Sadr berhasil selamat dan gigih melakukan gerakan bawah tanah.
Sub Topik : Kurdi Tidak Punya Kawan
Orang Kurdi selalu mengingat peristiwa tanggal 16 Maret 1988 sebagai “Jumat Berdarah”. Ia merupakan simbol kekejaman Saddam. Bagaimana Saddam memerintahkan pasukannya yang dipimpin Ali Hasan al-Majeed untuk membasmi orang-orang Kurdi dengan senjata biologi dan kimia. yang mematikan seperti Anthrax, gas saraf VX, Aflaktosin, Botulinum toksin, Sarin dan Gas Mustard.
Komunitas Kurdi dari waktu ke waktu hidup di bawah bantuan Turki, Arab, Persia dan Rusia. Kelompok ini selalu dilihat dari dua cara, pertama, memandang Kurdi sebagai korban, baik korban pemerintah pusat maupun kekuatan luar. Kedua, menempatkan Kurdi sebagai Agent Provocateur yang bertindak sebagai kepanjangan tangan dari kekuatan-kekuatan yang menentang dan mengiginkan tersingkirnya Saddam
Rezim Abd al-Karim Kassem di Irak adalah yang pertama kali menjanjikan otonomi kepada Kurdi. Namun Barzani, pemimpin Partai Demokratik Kurdi-Irak (PDK) menegaskan kedaulatan Kurdistan dan menyatakan perang terhadap Irak. Setelah Mustafa Barzani meninggal,pimpinan partai dipegang oleh putranya, Massoud Barzani yang lebih sering berkelana di pengasingan dan fasih berbahasa Parsi, Arab, Inggris, Kurmanje dan Sorani
Di kalangan Kurdi sendiri ada dua partai besar, yakni Partai Demokratik Kurdi (PDK) pimpinan Barzani dan partai Uni Patriotik Kurdistan pimpinan Jalal Talabani yang semula merupakan anggota PDK, namun karena sering bentrok dengan Barzani, ia keluar dan mendirikan UPK
Perang antar Kurdi untuk memperebutkan kekuasaan dan pengaruh di Irak Utara menjadi salah satu penyebab mudahnya Saddam menguasai wilayah itu. Wilayah PDK (Barzanistan) di bagian timur laut dan UPK (Talabanistan) di barat daya. Setelah Perang Irak-Iran berakhir, Saddam menindak tegas Kurdi karena Kurdi memihak Iran saat perang berlangsung.
Belajar dari pengalaman, 2 partai besar di Kurdi tersebut sepakat bersatu dengan membentuk Front Kurdistan, namun front tersebut rapuh karena kurangnya saling percaya dan ambisi untuk saling menghancurkan.
Sebuah negara yang dicita-citakan Kurdi masih jauh dari harapan karena sedikitnya ada tiga isu sentral, pertama, warisan konflik antar sesama. Kedua, warisan pengkhianatan dan yang ketiga Arabisasi dan status Kirkuk sebagai penghasil minyak yang selalu menjadi episentrum friksi antara Kurdi dan pusat
B. APLIKASI BERITA
Kerajaan Ottoman Turki menguasai wilayah Iran dan Irak selama dua abad sejak abad ke-13. Tiga perempat wilayah Kurdi dikuasai Dinasti Ottoman (Usmaniyah), sisanya oleh bangsa Persia. Kedua kerajaan ini seringkali memakai ketangguhan militer orang Kurdi untuk bertempur. Akibatnya, sering terjadi perang antar orang Kurdi.
Berbagai literatur dan kesenian tumbuh subur. Golongan Kurdi terdidik mulai bermunculan. Pada abad ke-19 semangat nasionalisme bangsa Arab meningkat, termasuk kalangan elite bangsa Kurdi. Mereka melakukan perlawanan terhadap Kerajaan Ottoman.
Perang Dunia I menggembosi kekuatan Dinasti Ottoman dan melahirkan negara baru, Irak. Inggris memberi hak kepada bangsa Ottoman yang bermukim di Bagdad, Basrah, dan Mosul yang di dalamnya termasuk wilayah Kurdi. Isu kekayaan minyak di wilayah Kurdi membuat Inggris membatalkan niatnya membantu terbentuknya negara Kurdi yang merdeka dan masuk dalam peta Irak. Pemerintah Irak mewajibkan pemakaian bahasa Irak di seluruh wilayah Kurdi. Sekolah dan buku-buku harus menggunakan bahasa Irak.
Pada masa ini, sering terjadi pemberontakan oleh bangsa Kurdi. Hingga Perang Dunia II, seorang pemimpin bangsa Kurdi, Mustafa Barzani, muncul membangkitkan semangat nasionalisme Kurdi dan mendukung proses demokratisasi di Irak dengan mendirikan Partai Demokratik Kurdi (KDP).
C. PENDAPAT (KOMENTAR)
Sunggguh ironis memang nasib Kurdi. Sebagai salah satu etnis terbesar yan pernah ada, Kurdistan menjadi sebuah bangsa yang tak bertuan dan boneka asing. Maju kena, mundur kena. Ia tak tahu mesti berbuat dan berpihak pada siapa. Ia pun digrogoti kekuatan dari dalam dan luar, perlahan tapi pasti demi sebuah kepentingan politik dan ekonomi kelompok tertentu. Sewajarnya Kurdi sebagi sebuah etnis dengan populasi yang cukup tinggi bisa belajar dari pengalaman Bangsa Yahudi dalam hal persatuan dan jiwa nasionalisme. Jumlah penduduk yang banyak tak menjamin eksistensi dan kedaulatan sebuah bangsa. Yahudi dengan Negara Israelnya tak bisa dipandang sebelaha mata. Populasinya hanya beberapa juta, namun mampu berdiri sendiri sebagai sebuah negara yang disegani dunia walaupun harus dengan mencaplok wilayah bangsa lain. Tingkat SDM di atas rata-rata dan merunut pada catatan internasional hampir 30 % peraih nobel penghargaan dunia di berbagai bidang adalah keturunan Yahudi, sehingga tidak salah anggapan bahwa Yahudi adalah “Bangsa pilihan Allah” dan Kurdi Sebagai “Sebuah bangsa yang tak punya kawan “ benar adanya.
D. PERMASALAHAN
Permasalahan fundamental bagaimana yang menyebabkan komunitas Syiah berada dalam tekanan rezim penguasa, Saddam Husain (partai Ba’ath)? Ironisnya, Komunitas Syiah berpopulasi 60% dari jumlah penduduk Irak keseluruhan, 40 % Komunitas Kurdi dan sisanya adalah Komunitas Sunni dan sangat paradoks bahwa Syiah sebagai mayoritas diperintah kaum Sunni, sang pemimpin roda pemerintahan.
E. SOLUSI
Masalah fundamental dan sensitif yang dihadapi Irak terkait dengan isu agama dan politik ternyata menjadi konflik sentral nan krodit yang memunculkan tindak kekerasan yang belarut-larut terhadap Komunitas Syiah . Akar permasalahanya bermula dari fundamentalis agama antara Sunni dan Syiah. Berkaca dari sejarahnya, Sunni dan Syiah memiliki perbedaan yang mendasar. Secara khusus, Muslim Syi'ah mengakui Ali bin Abi Thalib (sepupu Muhammad, menantu, dan kepala keluarga Ahlul Bait) sebagai penerus kekhalifahan setelah Nabi Muhammad dan percaya bahwa Ali dipilih melalui perintah langsung dari Nabi Muhammad, di mana perintah Muhammad berarti wahyu dari Allah.mereka juga menolak 3 kekhalifahan sebelumnya yang diamini oleh Sunni. Masalah agama merembet ke politik sejak Partai Ba’ath memenangkan pemilu dengan tampilnya Saddam yang berasal dari Komunitas Sunni sebagai pemimpin. Ia mengubah Irak menjadi negara sekuler dan selalu memberikan tekanan terhadap syiah sebagai mayoritas agar jangan sampai muncul tokoh-tokoh Syiah yang anti pemerintah. Perubahan dan tindak kekerasan itulah yang tidak disukai oleh kaum Syiah. Lewat pembentukan Partai Da’wa pimpinan Ayatollah Muhammad Baqir al-Sadr dan munculnya Revolusi Islam di Iran yang berakhir dengan kemenangan Sang Imam Agung Syiah, Ayatollah Ruhollah Khomeini dengan menumbangkan Shah Iran, Reza Pahlevi menjadi sebuah motivasi sendiri bagi Kaum Syiah Irak untuk menuntut hak-hak mereka sebagai warga negara sewajarnya walaupun jiwa nasionalisme kaum syiah tak diragukan lagi semenjak pecah Perang Irak-Iran sebagai akibat ambisi Saddam dan ketakutan negara-negara Arab akan Revolusi Islam yang sedang melanda kawasan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ing arso asung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani