Minggu, 06 Desember 2009

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


SATUAN PENDIDIKAN : SMA N 1 SINGARAJA
MATA PELAJARAN : SEJARAH
KELAS/PROGRAM : XII IPS
SEMESTER : I
ALOKASI WAKTU : 2 x 45 MENIT (1 KALI PERTEMUAN)
TAHUN AJARAN : 2008-2009


Standar Kompetensi : Menjelaskan Masa Revolusi Fisik di Indonesia
Kompetensi Dasar : Menjelaskan Maksud dan Tujuan Agresi Militer Belanda I dan II Serta Ekses-Eksesnya Dalam bidang Politik dan Diplomasi.
Indikator pencapaian : Siswa Dapat Menjelaskan Maksud dan Tujuan Agresi Militer Belanda I dan II Serta Ekses-Eksesnya Dalam Bidang Politik dan Diplomasi.
A. Uraian Materi :
1. Maksud dan Tujuan dilaksanakannya Agresi Militer Belanda I dan II
2. Proses Berlangsungnya Agresi
3. Ekses-Ekses di Bidang Politik dan Diplomasi

B. Metode Pembelajaran
Ceramah bervariasi dan Penugasan.

C. Materi diskusi
1. Apa yang anak ketahui tentang Agresi Militer Belanda I dan II ?
2. Apa dampak-dampak yang timbul akibat agresi tersebut ?
3. Bagaimana peran PBB dalam upayanya menjaga perdamaian dunia terkait agresi ini ?
4. Isi perjanjian Linggarjati, Renville, Roem-Royen dan KMB serta maksud dan tujuannya ?
5. Apa yang anak ketahui tentang Masa Liberal yang menandai babak baru dalam sejarah Indonesia ?





D. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Lama Pertemuan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Pendahuluan
10 menit










Kegiatan inti 50 Menit






















Evaluasi 20 menit

Kegiatan akhir
10 menit • Menciptakan kondisi belajar yang kondusif dengan mengucapkan “Selamat Pagi”
• Mengabsen kehadiran siswa
• Menyampaikan kompetensi dasar dan indikator yang akan dibahas
• Apersepsi materi



• Memberikan ceramah dengan media berupa gambar dan peta persebaran
• Melemparkan beberapa pertanyaan dan menginstruksikan siswa untuk mendiskusikannya dengan teman sebangku.
• Proses diskusi kelas
• Mengawasi dan memfasilitasi jalannya diskusi
• Membimbing siswa yang memerlukan bantuan
• Guru memberikan apresiasi berupa cek list pada lembar penilaian bagi siswa yang berperan aktif dalam memaparkan pemikirannya baik yang berupa jawaban maupun pertanyaan dan sanggahan.
• Memberikan motivasi kepada siswa yang belum memberikan kontribusi dalam proses diskusi agar ikut aktif demi kelancaran pembelajaran.
• Memberikan arahan dan mempertegas jawaban siswa dari hasil diskusi
• Memberikan kesimpulan atas diskusi yang telah dilakukan

• Memberikan evaluasi (tes kecil) dan penugasan

• Menyampaikan kompetensi dasar, indikator dan materi yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya
• Guru menutup pelajaran dengan salam penutup • Menyiapkan buku pelajaran dan alat tulis
• Memperhatikan pengabsenan
• Mencermati KD dan indikator yang akan dibahas
• Mendengarkan apersepsi materi yang dibawakan oleh guru
• Mendengarkan ceramah dengan tertib dan tenang
• Malakukan diskusi dengan teman sebangku dan setelahnya, ikut aktif baik dalam memberikan jawaban, pertanyaan maupun sanggahan pada proses diskusi kelas
• Mendengarkan pengarahan guru pengajar dari hasil diskusi
• Menanyakan hal-hal yang belum dimengerti pada saat diskusi
• Mencatat hasil diskusi dan kesimpulan guru







• Mengerjakan test kecil secara tertib dan mencatat soal tugas rumah
• Mencatat indikator dan materi yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya

E. Alat/Sarana/Bahan dan Sumber Belajar
- Alat peraga : Gambar dan Peta
- Sumber : Sardiman, A.M, dkk. 2006. Khazanah Ilmu Pengetahuan Sosial 3. Solo. PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
- LKS Ratih kelas XI IPS . Sekawan, Klaten.
- LKS Wajar kelas XI IPS Terpadu. Graha Pustaka, Jakarta.

F. Penilaian
Praktik dinilai dengan
2. Alat Penilaian :
a. Butir tagihan individu :
- Jenis Tagihan : Individu
- Bentuk instrument : essay
- Butir tagihan :

1. Masyarakat berburu dibedakan menjadi 2, sebutkna hasil-hasil kebudayaannya minimal 3 buah pada masing-masing bentuk masyarakat!
2. Jelaskan, apa yang anda ketahui tentang bentuk-bentuk kehidupan sosial masyarakat berburu !
3. Apa yang melatarbelakangi kehidupan menetap dari manusia dan apa dampaknya bagi kehidupan selanjutnya ?
4. Ketika masyarakat berburu berralih menjadi masyarakat menetap, muncullah sistem-sistem kepercayaannya sebagai satu bentuk penjabaran yakni animisme dan dinamisme, apa maksudnya dan berikan contoh aplikasinya dalam kehidupan ?





Tugas Rumah:

g. Apa yang anda ketahui tentang sistem pemerintahan ministeril yang mengawali babak baru perpolitikan tanah air?
h. Sebut dan jelaskan 2 usaha yang dilakukan Belanda dalam upayanya menancapkan hegemoninya di Indonesia?
i. Dalam Agresi Militer Belanda II, Belanda berhasil menguasai ibu kota negara di Yogyakarta serta menahan para tokoh politk bangsa termasuk presiden dan wakili presiden. Bagaimana reaksi Bangsa Indonesia terutama TNI dan bagaimana pula reaksi Dunia melalui PBBnya




Kunci Jawaban Post Test

1. Belanda dalam mewujudkan keinginannya berkuasa kembali secara penuh atas Republik Indonesia selalu melancarkan berbagai hal termasuk memerangi Republik ini. Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirimkan nota ultimatum yang salah satu isinya adalah penyelenggaraan ketertiban dan keamanan bersama (gendarmeri). Namun karena tidak mendapatkan jawaban yang pasti dari pihak Republik yang waktu itu telah memilki sebuah sistem pemerintahan ala Barat dengan perdana menterinya Sutan Sjahrir, akhirnya apada tanggal 20 Juli 1947, Belanda melancarkan agresi militernya yang pertama atas wilayah-wilayah indonesia dan menetapkan sebuah garis demarkasi yang dikenal dengan garis van Mook.
Sedangkan agresi militer belanda menyasar ibu kota republik yang berkedudukan di Yogyakarta dan berhasil menguasainya serta menagkap tokoh-tokoh bangsa termasuk presiden dan wakil presiden. Motif penyerangan tersebut karena Belanda merasa yakin akan mampu membinasakan Republik ini dan memang akhirnya ibu kota Republik jatuh dan Belanda pun berkoar merasa bangga telah dapat meniadakan keberadaan Republik ini. Namun sebelum belanda menangkap para tokoh bangsa, presiden Soekarno telah memberikan mandat kepada Sjafrudin Prawiranegara untuk mendirikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bikittinggi. Hal tersebut menandakan bahwa Republik ini masih bernafas walaupun ibu kota telah dikuasai.
2. - Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura
- Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat Republik
- Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
- Uni Indonesia Belanda dan Republik Indonesia Serikat akan dibentuk sebelum tanggal 1 Januari 1949 dan akan menentukan badan-badan perwakilannya untuk mengatur masalah-masalah kepentingan bersama.
- Kedua belah pihak akan mengurangi kekuatan pasukannya, menjaga hukum dan ketertiban serta kedaulatan Republik atas semua tuntutan bangsa asing untuk memperoleh ganti rugi dan mengelola hak-hak serta milik-milik mereka di dalam wilayah Republik.
3 Kabinet Amir mengalami kejatuhan karena mendapat mosi tak percaya yang sangat kuat dari kabinet. Salah satunya oposisi yang dilakukan oleh Hatta dan Partai Masyumi yang pada dasarnya tidak menyetujui cara-cara yang dilakukan Amir dalam diplomasi sehingga pada akhirnya RI harus menandatangai perjanjian Renville yang makin mempersempit wilayah Indonesia
f. Komisi tiga negara (Committee of Good Offices for Indonesia) adalah sebuah komisi hasil bentukan campur tangan AS dan Inggris pasca Agresi militer belanda I serta PBB dalam pertikaian Indonesia – Belanda yang nanti akan melahirkan Perjanjian Renville dan ditandai dengan kejatuhan Kabinet Amir Syariffuddin. Dalam perundingan yang disponsori oleh KTN tersebut, Indonesia memilih Australia dan Belanda memilih Belgia.

Kunci Jawaban Tugas Rumah
1. Sistem pemerintahan ministeril adalah sebuah sistem pemerintahan gaya Barat di mana kepala pemerintahannya dipegang oleh seorang perdana menteri dan presiden hanyalah sebagai kepala negara dan merupakan simbol pemersatu bangsa. Dalambmelakukan tugasnya, perdana menteri dibnatu oleh kabinet-kabinet koalisi partai dan bila terjadi mosi tak percaya dalam kabinet yang kuat, maka kabinet bentukan hasil koalisi tersebut akan bubar dan digantikan kabinet yang baru dan yang berhak mendapat mandat itu adalah presiden dengan menunjuk orang yang ia percayai untuk menjadi formatur kabinet.
2. Dua usaha yang dilakukan Belanda dalam menancapkan kembali kekuasaannya di Indonesia adalah dengan jalan diplomasi dan peperangan. Dalam usaha diplomasinya Belanda selalu mendapatkan keuntungan dengan berbagai persetujuan yang terjadi sehingga wilayah Republik makin sempit dari semula. Di samping juga ia melakukan politik pecah belah dengan mendirikan negara boneka sebagai tandingan RI. Begitu liciknya Belanda dalam hal ini sehingga mampu mengadu domba anak bangsa . Di kancah perang, Belanda menguasai wilayah Republik secara paksa dengan kekuatan militer dengan adanya Agresi milIter Belanda I dan II yang mendapat kecaman keras dari dunia internasional.
3. Reaksi TNI ketika terjadi penguasaan ibu kota negara di Yogyakarta adalah segera menyusun strategi perang dan dengan cermat melakukan serangan balasan atas Yogyakarta yang dipimpin oleh Panglima Soedirman yang kita kenal dengan Serangan Umum Satu Maret. Walau pada akhirnya ibu kota negara dikuasai oleh TNI selama enam jam, namun itu sudah cukup baginya untuk memberitakan kepada dunia bahwa Indonesia masih hidup. Sedangkan pihak internasional sendiri mengecam keras aksi tersebut. Pihak Amerika Serikat sendiri mengancam kepada Belanda agar segera diadakan perundingan untuk menyelesaiakan masalah dan bila tidak, maka AS akan menyetop bantuan persenjataannya kepada Belanda (Marshal Plan).




















G. PENSKORAN

Lembar Penilaian Diskusi
No Nama siswa Aspek yang dinilai Skor Nilai
1 2 3 4 5
1
2 ANTON
ANDI B
B B
C B
C C
B B
B 14
13 7
6,5

ket: 1. Keseriusan siswa mengikuti pelajaran
2. Keaktifan siswa dalam memberikan jawaban, sanggahan dan pertanyaan
3. Keterampilan berbicara
4. Antusiasme siswa dalam menjaga ketenangan di dalam kelas
5. Antusiasme siswa dalam menghormati guru yang mengajar
Ket : A= 4
B = 3
C = 2
D = 1
Skor = Jumlah Aspek yang Dinilai
Nilai= Skor : 2
Skor Anton = 14, Nilai Anton = 14:2 = 7






Lembar Penilaian Post test dan Tugas Rumah
NO NAMA SISWA Aspek yang dinilai
1 2 3 Skor Nilai
1 ANDRA 75 80 75 230 76,6




Ket : 1. Kerapian tulisan………………………….30
2. Ketepatan jawaban……………………….60
3. Tepat waktu pengumpulan………….........10

Skor = Jumlah Aspek yang Dinilai
Nilai = Skor : 3
Skor Andra : 230, Nilai Andra = 230: 3 = 76,6


Lembar Absensi Siswa
No Nama Cek list total nilai
Prt.1 Prt.2 Prt.3 Prt.4 Prt.5 Prt.6
2 GILANG * * * * * 5 8,3
3 HERU * * * 3 5

Ket : Tanda * = kehadiran

Nilai = total × 5 ÷ 3










































Lampiran gambar dan peta









Suasana Perjanjian Linggarjati



US Renville di Pelabuhan Jakarta




Suasana perjanjian Renville


Haji Agus Salim
NAMA : I PUTU HENDRA MAS MARTAYANA
NIM : 0714021011
SEMESTER : IV
KELAS :A


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


SATUAN PENDIDIKAN : SMP N 2 GEROKGAK
MATA PELAJARAN : SEJARAH
KELAS/PROGRAM : VII A
SEMESTER : I
ALOKASI WAKTU : 2 x 45 MENIT (1 KALI PERTEMUAN)
TAHUN AJARAN : 2008-2009

Kondisi Kelas : Kelas VII A bersebelahan dengan kelas VII B di selatannya dan kantin di sebelah timurnya. Sebelah baratnya ada lapangan upacara dan sebelah utara ada ruang perpustakaan. Lingkungan kelas sering menjadi bising manakala ada kelas lain yang tidak ada jam pelajaran dan semua siswa tumpah ke kantin sehingga konsentrasi siswa menjadi terganggu akibat kebisingan itu. Untuk mengantisipasi jika masalah itu benar-benar terjadi, selaku pendidik, maka siswa akan diarahkan menuju ke perpustakaan yang jaraknya relatif dekat dengan kelas. Karena pada jam-jam seperti itu sangat jarang siswa berkunjung ke perpustakaan. Di samping juga keadaan perpustakaan yang relatif nyaman dan sedikit jauh dari kebisingan kantin.
Kondisi Siswa : Siswa berjumlah 40 orang dan karena kelas yang diajar adalah kelas unggulan di sekolah itu, artinya yang ada di kelas itu adalah siswa-siswi pilihan yang telah disaring dari berbagai siswa SD lewat TPA, maka secara tak langsung antusiasme terhadap palajaran apapun selalu tinggi termasuk terhadap pelajaran sejarah yang dibuktikan dengan sikap kritis dan analitis dan penuh motivasi serta rasa ingin tahu yang begitu besar dari siswa saat mengikuti pelajaran.
Waktu : Alokasi waktu yang diberikan pada mata pelajaran ini adalah 90 menit pada jam CD (pukul 08.30-10.00). Karena alokasi waktu yang diberikan yakni jam CD dari pukul 08.30-10.00, tentu akan berbenturan dengan waktu istirahat siswa pukul 09.15, maka pelajaran tetap disambung dengan harapan konsentrasi siswa tetap fokus dalam mengikuti pelajaran di samping itu materi pelajaran akan terserap secara menyeluruh dan tidak setengah-setengah sehingga apa yang diterima tidak hanya masuk telinga kiri keluar telinga kanan, untuk itu pendidik menyiasati alokasi waktu yang berbenturan itu dengan mengadakan diskusi agar lebih terasa menarik. Selain juga waktu yang masih pagi, daya otak masing-masing siswa sedang hangat-hangatnya sehingga respon siswa dalam mengikuti pelajaran tetap tinggi.


Standar Kompetensi : Menganalisis pembabakan zaman pra sejarah di Indonesia

Kompetensi Dasar: Siswa dapat menganalisis pembabakan zaman pra sejarah berdasarkan geologi
Indikator pencapaian : Siswa dapat menganalisis pembabakan Zaman pra sejarah berdasarkan geologi, mendeskripsikan bentuk dan ciri kehidupan yang muncul pada masa itu serta mampu menjelaskan perkembangan masa selanjutnya.
Uraian materi :
Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi secara keseluruhan. Berdasarkan geologi, terjadinya bumi sampai sekarang dibagi ke dalam empat zaman. Zaman-zaman tersebut merupakan periodisasi atau pembabakan pra sejarah yang terdiri dari zaman Arkaekum (zaman tertua) yang berlangsung 2500 tahun yang lalu, Zaman Paleozoikum (zaman tua) yang berlangsung 340 juta tahun, Zaman Mesozoikum (zaman hidup pertengahan/sekunder) yang berlangsung kira-kira 140 juta tahun dan Zaman Neozoikum (zaman hidup muda) yang terbagi lagi menjadi dua zaman yang memiliki kemunculan ciri serta karakter kehidupan yang berbeda.

A. Metode
Ceramah dan diskusi kelas
B. Materi Diskusi 1 (Zaman Arkaekum dan Paleozoikum)
- Bagaimana keadaan bumi ketika berlangsung Zaman Arkaekum ?
- Kenapa keadaan bumi dikatakan belum stabil ketika Zaman Arkaekum berlangsung?
- Bagaimana dan jenis kehidupan seperti apa yang muncul ketika berlangsung Zaman Paleozoikum? Lihat gambar
2 (Zaman Masozoikum dan Neozoikum)
– Bagaimana ciri kehidupan yang muncul pada Zaman Mesozoikum? Lihat gambar
– Bagaimanakah pembagian Zaman Neozoikum ?
– Apa pula yang menjadi ciri kehidupan masing-masing Zaman?



H. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Lama Pertemuan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Pendahuluan
10 menit










Kegiatan inti 15 menit











35 menit










25 menit


Kegiatan akhir 5 menit • Menciptakan kondisi belajar yang kondusif dengan mengucapkan “Selamat Pagi”
• Mengabsen kehadiran siswa
• Apersepsi materi
• Menyampaikan kompetensi dasar dan indikator yang akan dibahas
• Melakukan proses diskusi




• Proses diskusi I dan II
• Pengarahan siswa untuk mencermati dan mendengarkan dengan baik, bila kurang paham dan kurang jelas dipersilahkan untuk bertanya
• Memberikan motivasi kepada siswa demi kelancaran diskusi




• Mengawasi dan memfasilitasi jalannya diskusi
• Membimbing siswa yang memerlukan bantuan
• Memberikan arahan dan mempertegas jawaban siswa dari hasil diskusi
• Menginstruksikan kepada siswa untuk menyimpulkan hasil diskusi
• Memberikan rangkuman dan kesimpulan atas diskusi yang dilakukan
• Memberikan evaluasi (tes kecil)

• Menyampaikan kompetensi dasar dan indikator yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya
• Guru menutup pelajaran dengan salam penutup • Menyiapkan materi pelajaran
• Memperhatikan pengabsenan serta apersepsi materi yang akan disajikan
• Mencermati KD dan indikator yang akan dibahas
• Mendengarkan arahan


• Melaksanakan diskusi diawali dengan presentasi kelompok I
• Malakukan tanya jawab bila ditemukan materi yang kurang paham baik dari masing-masing kelompok atau dari guru pengajar



• Mendengarkan pengarahan guru pengajar dari hasil diskusi
• Siswa merangkum materi yang sudah dibahas
• Mencatat kesimpulan




• Mengerjakan evaluasi dalam bentuk tes tertulis

• Mendengarkan dan mencatat kompetensi dasar yang disampaikan unutk dibahas pada hari berikutnya
I. Alat/Sarana/Bahan dan Sumber Belajar
- Alat peraga :Aneka Gambar terkait materi
- Sumber : Sardiman, A.M, dkk. 2006. Khazanah Ilmu Pengetahuan Sosial 3. Solo. PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
- LKS Ratih kelas XI IPS . Sekawan, Klaten.
- LKS Wajar kelas XI IPS Terpadu. Graha Pustaka, Jakarta.
J. PENILAIAN
- Jenis Tagihan : Individu
- Bentuk instrument : pilihan ganda
- Butir tagihan :
1) Ilmu yang mempelajari bumi secara keseluruhan disebut dengan….
a. Hidrologi b. Geologi
c. Geografi d. Filologi
2) Ciri kehidupan yang muncul pada Zaman Paleozoikum adalah dengan adanya……
a. Manusia b. Manusia kera
c. Manusia purba d. Mahkluk bersel satu
3) Ciri kehidupan unik di Zaman Mesozoikum adalah dengan munculnya.
a. Binatang reptil raksasa
b. Manusia kera
c. Amphibi
d. Kera-kera besar
4) Zaman Mesozoikum sering juga disebut dengan Zaman….
a. Primer.
b. Tertua
c. Sekunder
d. Muda
5) Zaman Neozoikum terbagi menjadi 2 Zaman yakni Zman…
a. tersier dan alluvium
b. tersier dan dilluvium
c. alluvium dan dilluvium
d. tersier dan kuarter



e. Kunci Jawaban:
1.B
2.D
3.A
4.C
5.D


K. LEMBAR PENILAIAN SISWA
NO NAMA SISWA
ASPEK
1 YANG
2 DINILAI
3 JUMLAH SKOR NILAI
1
2

ket: 1 keseriusan siswa dalam mengikuti pelajaran
2 Keaktifan siswa dalam menjawab pertanyaan
3 ketrampilan berbicara


























LAMPIRAN GAMBAR





Berbagai jenis binatang yang muncul ketika jaman paleozoikum-neozoikum





Bagan pembabakan jaman pra sejarah berdasarakan geologi
NAMA : I PUTU HENDRA MAS MARTAYANA
NIM : 0714021011
SEMESTER : IV
KELAS :A


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


SATUAN PENDIDIKAN : SMP N 2 GEROKGAK
MATA PELAJARAN : SEJARAH
KELAS/PROGRAM : VII A
SEMESTER : I
ALOKASI WAKTU : 2 x 45 MENIT (1 KALI PERTEMUAN)
TAHUN AJARAN : 2008-2009

Kondisi Kelas : Kelas VII A bersebelahan dengan kelas VII B di selatannya dan kantin di sebelah timurnya. Sebelah baratnya ada lapangan upacara dan sebelah utara ada ruang perpustakaan. Lingkungan kelas sering menjadi bising manakala ada kelas lain yang tidak ada jam pelajaran dan semua siswa tumpah ke kantin sehingga konsentrasi siswa menjadi terganggu akibat kebisingan itu. Untuk mengantisipasi jika masalah itu benar-benar terjadi, selaku pendidik, maka siswa akan diarahkan menuju ke perpustakaan yang jaraknya relatif dekat dengan kelas. Karena pada jam-jam seperti itu sangat jarang siswa berkunjung ke perpustakaan. Di samping juga keadaan perpustakaan yang relatif nyaman dan sedikit jauh dari kebisingan kantin.
Kondisi Siswa : Siswa berjumlah 40 orang dan karena kelas yang diajar adalah kelas unggulan di sekolah itu, artinya yang ada di kelas itu adalah siswa-siswi pilihan yang telah disaring dari berbagai siswa SD lewat TPA, maka secara tak langsung antusiasme terhadap palajaran apapun selalu tinggi termasuk terhadap pelajaran sejarah yang dibuktikan dengan sikap kritis dan analitis dan penuh motivasi serta rasa ingin tahu yang begitu besar dari siswa saat mengikuti pelajaran.
Waktu : Alokasi waktu yang diberikan pada mata pelajaran ini adalah 90 menit pada jam CD (pukul 08.30-10.00). Karena alokasi waktu yang diberikan yakni jam CD dari pukul 08.30-10.00, tentu akan berbenturan dengan waktu istirahat siswa pukul 09.15, maka pelajaran tetap disambung dengan harapan konsentrasi siswa tetap fokus dalam mengikuti pelajaran di samping itu materi pelajaran akan terserap secara menyeluruh dan tidak setengah-setengah sehingga apa yang diterima tidak hanya masuk telinga kiri keluar telinga kanan, untuk itu pendidik menyiasati alokasi waktu yang berbenturan itu dengan mengadakan diskusi agar lebih terasa menarik. Selain juga waktu yang masih pagi, daya otak masing-masing siswa sedang hangat-hangatnya sehingga respon siswa dalam mengikuti pelajaran tetap tinggi.


Standar Kompetensi : Menganalisis pembabakan zaman pra sejarah di Indonesia

Kompetensi Dasar: Siswa dapat menganalisis pembabakan zaman pra sejarah berdasarkan geologi
Indikator pencapaian : Siswa dapat menganalisis pembabakan Zaman pra sejarah berdasarkan geologi, mendeskripsikan bentuk dan ciri kehidupan yang muncul pada masa itu serta mampu menjelaskan perkembangan masa selanjutnya.
Uraian materi :
Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi secara keseluruhan. Berdasarkan geologi, terjadinya bumi sampai sekarang dibagi ke dalam empat zaman. Zaman-zaman tersebut merupakan periodisasi atau pembabakan pra sejarah yang terdiri dari zaman Arkaekum (zaman tertua) yang berlangsung 2500 tahun yang lalu, Zaman Paleozoikum (zaman tua) yang berlangsung 340 juta tahun, Zaman Mesozoikum (zaman hidup pertengahan/sekunder) yang berlangsung kira-kira 140 juta tahun dan Zaman Neozoikum (zaman hidup muda) yang terbagi lagi menjadi dua zaman yang memiliki kemunculan ciri serta karakter kehidupan yang berbeda.

A. Metode
Ceramah dan diskusi kelas
B. Materi Diskusi 1 (Zaman Arkaekum dan Paleozoikum)
- Bagaimana keadaan bumi ketika berlangsung Zaman Arkaekum ?
- Kenapa keadaan bumi dikatakan belum stabil ketika Zaman Arkaekum berlangsung?
- Bagaimana dan jenis kehidupan seperti apa yang muncul ketika berlangsung Zaman Paleozoikum? Lihat gambar
2 (Zaman Masozoikum dan Neozoikum)
– Bagaimana ciri kehidupan yang muncul pada Zaman Mesozoikum? Lihat gambar
– Bagaimanakah pembagian Zaman Neozoikum ?
– Apa pula yang menjadi ciri kehidupan masing-masing Zaman?



H. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Lama Pertemuan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Pendahuluan
10 menit










Kegiatan inti 15 menit











35 menit










25 menit


Kegiatan akhir 5 menit • Menciptakan kondisi belajar yang kondusif dengan mengucapkan “Selamat Pagi”
• Mengabsen kehadiran siswa
• Apersepsi materi
• Menyampaikan kompetensi dasar dan indikator yang akan dibahas
• Melakukan proses diskusi




• Proses diskusi I dan II
• Pengarahan siswa untuk mencermati dan mendengarkan dengan baik, bila kurang paham dan kurang jelas dipersilahkan untuk bertanya
• Memberikan motivasi kepada siswa demi kelancaran diskusi




• Mengawasi dan memfasilitasi jalannya diskusi
• Membimbing siswa yang memerlukan bantuan
• Memberikan arahan dan mempertegas jawaban siswa dari hasil diskusi
• Menginstruksikan kepada siswa untuk menyimpulkan hasil diskusi
• Memberikan rangkuman dan kesimpulan atas diskusi yang dilakukan
• Memberikan evaluasi (tes kecil)

• Menyampaikan kompetensi dasar dan indikator yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya
• Guru menutup pelajaran dengan salam penutup • Menyiapkan materi pelajaran
• Memperhatikan pengabsenan serta apersepsi materi yang akan disajikan
• Mencermati KD dan indikator yang akan dibahas
• Mendengarkan arahan


• Melaksanakan diskusi diawali dengan presentasi kelompok I
• Malakukan tanya jawab bila ditemukan materi yang kurang paham baik dari masing-masing kelompok atau dari guru pengajar



• Mendengarkan pengarahan guru pengajar dari hasil diskusi
• Siswa merangkum materi yang sudah dibahas
• Mencatat kesimpulan




• Mengerjakan evaluasi dalam bentuk tes tertulis

• Mendengarkan dan mencatat kompetensi dasar yang disampaikan unutk dibahas pada hari berikutnya
I. Alat/Sarana/Bahan dan Sumber Belajar
- Alat peraga :Aneka Gambar terkait materi
- Sumber : Sardiman, A.M, dkk. 2006. Khazanah Ilmu Pengetahuan Sosial 3. Solo. PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
- LKS Ratih kelas XI IPS . Sekawan, Klaten.
- LKS Wajar kelas XI IPS Terpadu. Graha Pustaka, Jakarta.
J. PENILAIAN
- Jenis Tagihan : Individu
- Bentuk instrument : pilihan ganda
- Butir tagihan :
1) Ilmu yang mempelajari bumi secara keseluruhan disebut dengan….
a. Hidrologi b. Geologi
c. Geografi d. Filologi
2) Ciri kehidupan yang muncul pada Zaman Paleozoikum adalah dengan adanya……
a. Manusia b. Manusia kera
c. Manusia purba d. Mahkluk bersel satu
3) Ciri kehidupan unik di Zaman Mesozoikum adalah dengan munculnya.
a. Binatang reptil raksasa
b. Manusia kera
c. Amphibi
d. Kera-kera besar
4) Zaman Mesozoikum sering juga disebut dengan Zaman….
a. Primer.
b. Tertua
c. Sekunder
d. Muda
5) Zaman Neozoikum terbagi menjadi 2 Zaman yakni Zman…
a. tersier dan alluvium
b. tersier dan dilluvium
c. alluvium dan dilluvium
d. tersier dan kuarter



e. Kunci Jawaban:
1.B
2.D
3.A
4.C
5.D


K. LEMBAR PENILAIAN SISWA
NO NAMA SISWA
ASPEK
1 YANG
2 DINILAI
3 JUMLAH SKOR NILAI
1
2

ket: 1 keseriusan siswa dalam mengikuti pelajaran
2 Keaktifan siswa dalam menjawab pertanyaan
3 ketrampilan berbicara


























LAMPIRAN GAMBAR





Berbagai jenis binatang yang muncul ketika jaman paleozoikum-neozoikum





Bagan pembabakan jaman pra sejarah berdasarakan geologi
MAZHAB SYIAH
Syi’ah (Bahasa Arab: شيعة, Bahasa Persia: شیعه) ialah salah satu aliran atau mazhab dalam Islam. Muslim Syi'ah mengikuti Islam sesuai yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dan Ahlul Bait-nya. Syi'ah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah Sunni pertama seperti juga Sunni menolak Imam dari Imam Syi'ah. Bentuk tunggal dari Syi'ah adalah Shī`ī (Bahasa Arab: شيعي.) menunjuk kepada pengikut dari Ahlul Bait dan Imam Ali.

Istilah Syi'ah berasal dari kata Bahasa Arab شيعة Syī`ah. Bentuk tunggal dari kata ini adalah Syī`ī شيعي.
"Syi'ah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah Syi`ah `Ali شيعة علي artinya "pengikut Ali", yang berkenaan tentang Q.S. Al-Bayyinah ayat khoirulbariyyah, saat turunnya ayat itu Nabi SAW bersabda: "Wahai Ali kamu dan pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung" (ya Ali anta wa syi'atuka humulfaaizun)[1]
Syi'ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna: pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara.[2] Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib sangat utama diantara para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau. [3] Syi'ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu, Syi'ah mengalami perpecahan sebagaimana Sunni juga mengalami perpecahan mazhab.

Ikhtisar
Muslim Syi'ah percaya bahwa Keluarga Muhammad (para Imam Syi'ah) adalah sumber pengetahuan terbaik tentang Qur'an, Islam, Emulation (guru terbaik tentang Islam setelah Muhammad), dan pembawa serta penjaga terpercaya dari tradisi Sunnah Nabi Muhammad.
Secara khusus, Muslim Syi'ah mengakui Ali bin Abi Thalib (sepupu Muhammad, menantu, dan kepala keluarga Ahlul Bait) sebagai penerus kekhalifahan setelah Nabi Muhammad, yang berbeda dengan Khalifah yang diakui oleh Muslim Sunni. Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dipilih melalui perintah langsung dari Nabi Muhammad, dimana perintah Muhammad berarti wahyu dari Allah.
Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Abu Bakar menjadikan perbedaan pandangan yang tajam antara Syi'ah dan Sunni dalam penafsiran Al Qur'an, Hadits, mengenai Sahabat, dan hal-hal lainnya. Sebagai contoh perawi Hadits dari Muslim Syi'ah berpusat pada perawi dari Ahlul Bait, sementara yang lainnya seperti Abu Hurairah tidak dipergunakan.
Tanpa memperhatikan perbedaan tentang Khalifah, Syi'ah mengakui otoritas Imam Syi'ah (juga dikenal dengan Khalifah Illahi) sebagai pemegang otoritas agama, walaupun sekte-sekte dalam Syi'ah berbeda dalam siapa pengganti para Imam dan Imam saat ini.
Doktrin
Dalam Syi'ah terdapat apa yang namanya ushuluddin (pokok-pokok agama) dan furu'uddin {masalah penerapan agama). Syi'ah memiliki Lima Ushuluddin:
1. Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa.
2. Al-‘Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adil.
3. An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi'ah pada keberadaan para nabi sama seperti muslimin lain. I’tikadnya tentang kenabian ialah:
o Jumlah nabi dan rasul Allah ada 124.000.
o Nabi dan rasul terakhir ialah Nabi Muhammad SAW.
o Nabi Muhammad SAW suci dari segala aib dan tiada cacat apa pun. Beliaulah nabi paling utama dari seluruh Nabi yang ada.
o Ahlul Baitnya, yaitu Ali, Fatimah, Hasan, Husain dan 9 Imam dari keturunan Husain adalah manusia-manusia suci.
o Al-Qur'an ialah mukjizat kekal Nabi Muhammad SAW.
4. Al-Imamah, bahwa bagi Syi'ah berarti pemimpin urusan agama dan dunia, yaitu seorang yang bisa menggantikan peran Nabi Muhammad SAW sebagai pemelihara syariah Islam, mewujudkan kebaikan dan ketenteraman umat. Al-hadits yang juga diriwayatkan Sunni: "Para imam setelahku ada dua belas, semuanya dari Quraisy".
5. Al-Ma’ad, bahwa Syi'ah mempercayai kehidupan akhirat.
Sekte dalam Syi'ah
Syi'ah terpecah menjadi 22 sekte[rujukan?]. Dari 22 sekte itu, hanya tiga sekte yang masih ada sampai sekarang, yakni:

Dua Belas Imam
Disebut juga Imamiah atau Itsna 'Asyariah (Dua Belas Imam); dinamakan demikian sebab mereka percaya yang berhak memimpin muslimin hanya imam, dan mereka yakin ada dua belas imam. Aliran ini adalah yang terbesar di dalam Syiah. Urutan imam mereka yaitu:
1. Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
2. Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
3. Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
4. Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
5. Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
6. Jafar bin Muhammad (703–765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq
7. Musa bin Ja'far (745–799), juga dikenal dengan Musa al-Kadzim
8. Ali bin Musa (765–818), juga dikenal dengan Ali ar-Ridha
9. Muhammad bin Ali (810–835), juga dikenal dengan Muhammad al-Jawad atau Muhammad at Taqi
10. Ali bin Muhammad (827–868), juga dikenal dengan Ali al-Hadi
11. Hasan bin Ali (846–874), juga dikenal dengan Hasan al-Asykari
12. Muhammad bin Hasan (868—), juga dikenal dengan Muhammad al-Mahdi
Ismailiyah
Disebut juga Tujuh Imam; dinamakan demikian sebab mereka percaya bahwa imam hanya tujuh orang dari 'Ali bin Abi Thalib, dan mereka percaya bahwa imam ketujuh ialah Isma'il. Urutan imam mereka yaitu:
1. Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
2. Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
3. Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
4. Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
5. Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
6. Ja'far bin Muhammad (703–765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq
7. Ismail bin Ja'far (721 – 755), adalah anak pertama Ja'far ash-Shadiq dan kakak Musa al-Kadzim.
Zaidiyah
Disebut juga Lima Imam; dinamakan demikian sebab mereka merupakan pengikut Zaid bin 'Ali bin Husain bin 'Ali bin Abi Thalib. Mereka dapat dianggap moderat karena tidak menganggap ketiga khalifah sebelum 'Ali tidak sah. Urutan imam mereka yaitu:
1. Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
2. Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
3. Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
4. Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
5. Zaid bin Ali (658–740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid, adalah anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al-Baqir.
Kontroversi tentang Syi'ah
Hubungan antara Sunni dan Syi'ah telah mengalami kontroversi sejak masa awal terpecahnya secara politis dan ideologis antara para pengikut Bani Umayyah dan para pengikut Ali bin Abi Thalib. Sebagian kaum Sunni menyebut kaum Syi'ah dengan nama Rafidhah, yang menurut etimologi bahasa Arab bermakna meninggalkan.[4] Dalam terminologi syariat Sunni, Rafidhah bermakna "mereka yang menolak imamah (kepemimpinan) Abu Bakar dan Umar bin Khattab, berlepas diri dari keduanya, dan sebagian sahabat yang mengikuti keduanya".
Sebagian Sunni menganggap firqah (golongan) ini tumbuh tatkala seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba yang menyatakan dirinya masuk Islam, mendakwakan kecintaan terhadap Ahlul Bait, terlalu memuja-muji Ali bin Abu Thalib, dan menyatakan bahwa Ali mempunyai wasiat untuk mendapatkan kekhalifahan. Syi'ah menolak keras hal ini. Menurut Syiah, Abdullah bin Saba' adalah tokoh fiktif.
Namun terdapat pula kaum Syi'ah yang tidak membenarkan anggapan Sunni tersebut. Golongan Zaidiyyah misalnya, tetap menghormati sahabat Nabi yang menjadi khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib. Mereka juga menyatakan bahwa terdapat riwayat-riwayat Sunni yang menceritakan pertentangan diantara para sahabat mengenai masalah imamah Abu Bakar dan Umar.[5]
Sebutan Rafidhah oleh Sunni
Sebutan Rafidhah ini erat kaitannya dengan sebutan Imam Zaid bin Ali yaitu anak dari Imam Ali Zainal Abidin, yang bersama para pengikutnya memberontak kepada Khalifah Bani Umayyah Hisyam bin Abdul-Malik bin Marwan di tahun 121 H.[6]
• Syaikh Abul Hasan Al-Asy'ari berkata: "Zaid bin Ali adalah seorang yang melebihkan Ali bin Abu Thalib atas seluruh shahabat Rasulullah, mencintai Abu Bakar dan Umar, dan memandang bolehnya memberontak terhadap para pemimpin yang jahat. Maka ketika ia muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang membai'atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu Bakar dan Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka ia katakan kepada mereka: "Kalian tinggalkan aku?" Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka "Rafadhtumuunii".[7]
• Pendapat Ibnu Taimiyyah dalam "Majmu' Fatawa" (13/36) ialah bahwa Rafidhah pasti Syi'ah, sedangkan Syi'ah belum tentu Rafidhah; karena tidak semua Syi'ah menolak Abu Bakar dan Umar sebagaimana keadaan Syi'ah Zaidiyyah.
• Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata: "Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu? Maka beliau (Imam Ahmad) menjawab: 'Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakar dan Umar'."[8]
• Pendapat yang agak berbeda diutarakan oleh Imam Syafi'i. Meskipun mazhabnya berbeda secara teologis dengan Syi'ah, tetapi ia pernah mengutarakan kecintaannya pada Ahlul Bait dalam diwan asy-Syafi'i melalui penggalan syairnya: "Kalau memang cinta pada Ahlul Bait adalah Rafidhah, maka ketahuilah aku ini adalah Rafidhah".[9
Sejarah hadits
Sejarah hadits, sejak pembentukan hingga saat ini dapat dijelaskan menurut pembagian masa sebagai berikut.
Masa Pembentukan Al Hadist
Berita tentang prilaku Nabi Muhammad (sabda, perbuatan, sikap ) didapat dari seorang sahabat atau lebih yang kebetulan hadir atau menyaksikan saat itu, berita itu kemudian disampaikan kepada sahabat yang lain yang kebetulan sedang tidak hadir atau tidak menyaksikan. Kemudian berita itu disampaikan kepada murid-muridnya yang disebut tabi'in (satu generasi dibawah sahabat) . Berita itu kemudian disampaikan lagi ke murid-murid dari generasi selanjutnya lagi yaitu para tabi'ut tabi'in dan seterusnya hingga sampai kepada pembuku hadist (mudawwin).
Pada masa Sang Nabi masih hidup, Hadits belum ditulis dan berada dalam benak atau hapalan para sahabat. Para sahabat belum merasa ada urgensi untuk melakukan penulisan mengingat Nabi masih mudah dihubungi untuk dimintai keterangan-keterangan tentang segala sesuatu.
Diantara sahabat tidak semua bergaulnya dengan Nabi. Ada yang sering menyertai, ada yang beberapa kali saja bertemu Nabi. Oleh sebab itu Al Hadits yang dimiliki sahabat itu tidak selalu sama banyaknya ataupun macamnya. Demikian pula ketelitiannya. Namun demikian diantara para sahabat itu sering bertukar berita (Hadist) sehingga prilaku Nabi Muhammad banyak yang diteladani, ditaati dan diamalkan sahabat bahkan umat Islam pada umumnya pada waktu Nabi Muhammad masih hidup.
Dengan demikian pelaksanaan Al Hadist dikalangan umat Islam saat itu selalu berada dalam kendali dan pengawasan Nabi Muhammad baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya para sahabat tidak mudah berbuat kesalahan yang berlarut-larut. Al Hadist yang telah diamalkan/ditaati oleh umat Islam dimasa Nabi Muhammad hidup ini oleh ahli Hadist disebut sebagai Sunnah Muttaba'ah Ma'rufah. Itulah setinggi-tinggi kekuatan kebenaran Al Hadist.
Meski pada masa itu Al Hadist berada pada ingatan para sahabat, namun ada sahabat yang menuliskannya untuk kepentingan catatan pribadinya (bukan untuk kepentingan umum). Diantaranya ialah :
1. 'Abdullah bin 'Umar bin 'Ash (dalam himpunan As Shadiqah)
2. 'Ali bin Abi Thalib (dalam shahifahnya mengenai huku-hukum diyat yaitu soal denda atau ganti rugi).
Masa Penggalian
Setelah Nabi Muhammad wafat (tahun 11 H / 632 M) pada awalnya tidak menimbulkan masalah mengenai Al Hadits karena sahabat besar masih cukup jumlahnya dan seakan-akan menggantikan peran Nabi sebagai tempat bertanya saat timbul masalah yang memerlukan pemecahan, baik mengenai Al Hadist ataupun Al Quran. Dan diantara mereka masih sering bertemu untuk berbagai keperluan.
Sejak Kekhalifahan Umar bin Khaththab (tahun 13 - 23 H atau 634 - 644 M) wilayah dakwah Islamiyah dan daulah Islamiyah mulai meluas hingga ke Jazirah Arab, maka mulailah timbul masalah-masalah baru khususnya pada daerah-daerah baru sehingga makin banyak jumlah dan macam masalah yang memerlukan pemecahannya. Meski para sahabat tempat tinggalnya mulai tersebar dan jumlahnya mulai berkurang, namun kebutuhan untuk memecahkan berbagai masalah baru tersebut terus mendorong para sahabat makin saling bertemu bertukar Al Hadist.
Kemudian para sahabat kecil mulai mengambil alih tugas penggalian Al Hadits dari sumbernya ialah para sahabat besar. Kehadiran seorang sahabat besar selalu menjadi pusat perhatian para sahabat kecil terutama para tabi'in. Meski memerlukan perjalanan jauh tidak segan-segan para tabi'in ini berusaha menemui seorang sahabat yang memiliki Al Hadist yang sangat diperlukannya. Maka para tabi'in mulai banyak memiliki Al Hadist yang diterima atau digalinya dari sumbernya yaitu para sahabat. Meski begitu, sekaligus sebagai catatan pada masa itu adalah Al Hadist belum ditulis apalagi dibukukan.
Masa Penghimpunan
Musibah besar menimpa umat Islam pada masa awal Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Musibah itu berupa permusuhan diantara sebagian umat Islam yang meminta korban jiwa dan harta yang tidak sedikit. Pihak-pihak yang bermusuhan itu semula hanya memperebutkan kedudukan kekhalifahan kemudian bergeser kepada bidang Syari'at dan Aqidah dengan membuat Al Hadist Maudlu' (palsu) yang jumlah dan macamnya tidak tanggung-tanggung guna mengesahkan atau membenarkan dan menguatkan keinginan / perjuangan mereka yang saling bermusuhan itu. Untungnya mereka tidak mungkin memalsukan Al Quran, karena selain sudah didiwankan (dibukukan) tidak sedikit yang telah hafal. Hanya saja mereka yang bermusuhan itu memberikan tafsir-tafsir Al Quran belaka untuk memenuhi keinginan atau pahamnya.
Keadaan menjadi semakin memprihatinkan dengan terbunuhnya Khalifah Husain bin Ali bin Abi Thalib di Karbala (tahun 61 H / 681 M). Para sahabat kecil yang masih hidup dan terutama para tabi'in mengingat kondisi demikian itu lantas mengambil sikap tidak mau lagi menerima Al Hadist baru, yaitu yang sebelumnya tidak mereka miliki. Kalaupun menerima, para shabat kecil dan tabi'in ini sangat berhat-hati sekali. Diteliti dengan secermat-cermatnya mengenai siapa yang menjadi sumber dan siapa yang membawakannya. Sebab mereka ini tahu benar siapa-siapa yang melibatkan diri atau terlibat dalam persengketaan dan permusuhan masa itu. Mereka tahu benar keadaan pribadi-pribadi sumber / pemberita Al Hadist. Misal apakah seorang yang pelupa atau tidak, masih kanak-kanak atau telah udzur, benar atau tidaknya sumber dan pemberitaan suatu Al Hadist dan sebagainya. Pengetahuan yang demikian itu diwariskan kepada murid-muridnya ialah para tabi'ut tabi'in.
Umar bin Abdul Aziz seorang khalifah dari Bani Umayah (tahun 99 - 101 H / 717 - 720 M) termasuk angkatan tabi'in yang memiliki jasa yang besar dalam penghimpunan Al Hadist. Para kepala daerah diperintahkannya untuk menghimpun Al Hadist dari para tabi'in yang terkenal memiliki banyak Al Hadist. Seorang tabi'in yang terkemuka saat itu yakni Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin 'Abdullah bin Syihab Az Zuhri (tahun 51 - 124 H / 671 - 742 M) diperintahkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Untuk itu beliau Az Zuhri menggunakan semboyannya yang terkenal yaitu al isnaadu minad diin, lau lal isnadu la qaala man syaa-a maa syaa-a (artinya : Sanad itu bagian dari agama, sekiranya tidak ada sanad maka berkatalah siapa saja tentang apa saja).
Az Zuhri melaksanakan perintah itu dengan kecermatan yang setinggi-tingginya, ditentukannya mana yang Maqbul dan mana yang Mardud. Para ahli Al Hadits menyatakan bahwa Az Zuhri telah menyelamatkan 90 Al Hadits yang tidak sempat diriwayatkan oleh rawi-rawi yang lain.
Di tempat lain pada masa ini muncul juga penghimpun Al Hadist yang antara lain :
• di Mekkah - Ibnu Juraid (tahun 80 - 150 H / 699 - 767 M)
• di Madinah - Ibnu Ishaq (wafat tahun 150 H / 767 M)
• di Madinah - Sa'id bin 'Arubah (wafat tahun 156 H / 773 M)
• di Madinah - Malik bin Anas (tahun 93 - 179 H / 712 - 798 M)
• di Madinah - Rabi'in bin Shabih (wafat tahun 160 H / 777 M)
• di Yaman - Ma'mar Al Ardi (wafat tahun 152 H / 768 M)
• di Syam - Abu 'Amar Al Auzai (tahun 88 - 157 H / 707 - 773 M)
• di Kufah - Sufyan Ats Tsauri (wafat tahun 161 H / 778 M)
• di Bashrah - Hammad bin Salamah (wafat tahun 167 H / 773 M)
• di Khurasan - 'Abdullah bin Mubarrak (tahun 117 - 181 H / 735 - 798 M)
• di Wasith (Irak) - Hasyim (tahun 95 - 153 H / 713 - 770 M)
• - Jarir bin 'Abdullah Hamid (tahun 110 - 188 H / 728 - 804 M)
Yang perlu menjadi catatan atas keberhasilan masa penghimpunan Al Hadist dalam kitab-kitab di masa Abad II Hijriyah ini, adalah bahwa Al Hadist tersebut belum dipisahkan mana yang Marfu', mana yang Mauquf dan mana yang Maqthu'.

Masa Pendiwanan dan Penyusunan
Usaha pendiwanan (yaitu pembukuan, pelakunya ialah pembuku Al Hadits disebut pendiwan) dan penyusunan Al Hadits dilaksanakan pada masa abad ke 3 H. Langkah utama dalam masa ini diawali dengan pengelompokan Al Hadits. Pengelompokan dilakukan dengan memisahkan mana Al Hadits yang marfu', mauquf dan maqtu'. Al Hadits marfu' ialah Al Hadits yang berisi perilaku Nabi Muhammad, Al Hadits mauquf ialah Al Hadits yang berisi perilaku sahabat dan Al Hadits maqthu' ialah Al Hadits yang berisi perilaku tabi'in. Pengelompokan tersebut diantaranya dilakukan oleh :
• Ahmad bin Hambal
• 'Abdullan bin Musa Al 'Abasi Al Kufi
• Musaddad Al Bashri
• Nu'am bin Hammad Al Khuza'i
• 'Utsman bin Abi Syu'bah
Yang paling mendapat perhatian paling besar dari ulama-ulama sesudahnya adalah Musnadul Kabir karya Ahmad bin Hambal (164-241 H / 780-855 M) yang berisi 40.000 Al Hadits, 10.000 diantaranya berulang-ulang. Menurut ahlinya sekiranya Musnadul Kabir ini tetap sebanyak yang disusun Ahmad sendiri maka tidak ada hadist yang mardud (tertolak). Mengingat musnad ini selanjutnya ditambah-tambah oleh anak Ahmad sendiri yang bernama 'Abdullah dan Abu Bakr Qathi'i sehingga tidak sedikit termuat dengan yang dla'if dan 4 hadist maudlu'.
Adapun pendiwanan Al Hadits dilaksanakan dengan penelitian sanad dan rawi-rawinya. Ulama terkenal yang mempelopori usaha ini adalah :
Ishaq bin Rahawaih bin Mukhlad Al Handhali At Tamimi Al Marwazi (161-238 H / 780-855 M)
Ia adalah salah satu guru Ahmad bin Hambal, Bukhari, Muslim, At Tirmidzi, An Nasai.
Usaha Ishaq ini selain dilanjutkan juga ditingkatkan oleh Bukhari, kemudian diteruskan oleh muridnya yaitu Muslim. Akhirnya ulama-ulama sesudahnya meneruskan usaha tersebut sehingga pendiwanan kitab Al Hadits terwujud dalam kitab Al Jami'ush Shahih Bukhari, Al Jamush Shahih Muslim As Sunan Ibnu Majah dan seterusnya sebagaimana terdapat dalam daftar kitab masa abad 3 hijriyah.
Yang perlu menjadi catatan pada masa ini (abad 3 H) ialah telah diusahakannya untuk memisahkan Al Hadits yang shahih dari Al Hadits yang tidak shahih sehingga tersusun 3 macam Al Hadits, yaitu :
• Kitab Shahih - (Shahih Bukhari, Shahih Muslim) - berisi Al Hadits yang shahih saja
• Kitab Sunan - (Ibnu Majah, Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasai, Ad Damiri) - menurut sebagian ulama selain Sunan Ibnu Majah berisi Al Hadit shahih dan Al Hadits dla'if yang tidak munkar.
• Kitab Musnad - (Abu Ya'la, Al Hmaidi, Ali Madaini, Al Bazar, Baqi bin Mukhlad, Ibnu Rahawaih) - berisi berbagai macam Al Hadits tanpa penelitian dan penyaringan. Oleh seab itu hanya berguna bagi para ahli Al Hadits untuk bahan perbandingan.
Apa yang telah dilakukan oleh para ahli Al Hadits abad 3 Hijriyah tidak banyak yang mengeluarkan atau menggali Al Hadits dari sumbernya seperti halnya ahli Al Hadits pada adab 2 Hijriyah. Ahli Al Hadits abad 3 umumnya melakukan tashhih (koreksi atau verifikasi) saja atas Al Hadits yang telah ada disamping juga menghafalkannya. Sedangkan pada masa abad 4 hijriyah dapat dikatakan masa penyelesaian pembinaan Al Hadist. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab Al Hadits, menghimpun yang terserakan dan memudahkan mempelajarinya.
TUGAS ASIA BARAT DAYA
NAMA : I PUTU HENDRA MAS MARTAYANA
NIM : 0714021011
KELOMPOK : KELOMPOK 5
JURUSAN : PENDIDIKAN SEJARAH
A. RANGKUMAN
Sub Topik : Karbala,Kufa dan Najaf
Tiga kota yang menjadi pusat Kaum Syiah, yakni Karbala, Kufa dan Najaf. Syiah sangat kuat di tiga kota suci ini. Najaf dan Karbala adalah dua kota yang didedikasikan untuk Imam Ali dan Husain. Walaupun Syiah merupakan mayoritas di Irak, namun mereka tidak mampu memainkan peran yang penting dan menentukan di dalam pemerintahan.Mereka malah diperintah sebagai kelas yang kurang mampu oleh kaum minoritas Sunni.
Disposisi geografik Komunitas Syiah juga sangat merugikan. lokasi sentral komunitas ini dan membuat mereka jauh lebih mudah dijangkau rezim berkuasa.mereka gampang dikontrol oleh penguasa yang berakibat tingkat kohesivitas kepemimpinan di kalangan Syiah sangat kurang karena tekanan penguasa.
Di bidang politik, Komunitas Syiah melahirkan organisasi oposisi bernama, al-Da’wa al-Islamiyyah (partai Da’wa). Partai ini dibentuk karena terinspirasi ajaran-ajaran Ayatollah Muhammad Baqr al-Sadr (1935-1980). Tujuannya adalah ingin mengganti negara sekuler modern partai Ba’ath pimpinan Saddam Husain dengan tatanan dan hukum sosial politik Islam. tentu saja hal tersebut mendapat tentangan dari penguasa yang berakibat pada bentrok fisik dan penindasan penguasa terhadap Komunitas Syiah
Tindakan tegas terhadap partai Da’wa justru melahirkan organisasi-organisasi berhaluan keras. apalagi ditambah dengan Revolusi Islam pada 1979 di Iran yang dikomandoi oleh imam besar, Ayatollah Ruhollah Khomeini dengan menumbangkan Shah Iran, Reza Pahlevi.
Untuk mengantisipasi munculnya sentimen anti pemerintah, Saddam menggunakan taktik baru yakni berusaha meyakinkan Komunitas Syiah Irak bahwa dirinya merupakan keturunan langsung dari Imam Ali, imam pertama Syiah dan ia buktikan dengan memakai jubah Syiah (Abbaya) serta mengunjungi pemukiman-pemukiman Syiah. Namun hal tersebut tak berhasil mendapatkan simpati Komunitas Syiah.
Rasa nasionalisme Kaum Syiah sebagai warga negara Irak sebenarnya tidak diragukan lagi. Ini terbukti ketika pecah Perang Irak-Iran (1980-988), banyak di antara mereka adalah para prajurit yang turun ke medan perang melawan Iran.
Perang Irak-Iran adalah perang perbatasan antara kedua negara yang dimulai pada 22 September 1980 dan berakhir pada 20 Agustus 1988 yang dipicu oleh keinginan Saddam untuk menguasai sepenuhnya jalur laut Shatt al-Arab yang terletak di teluk dan kaya akan minyak. Perang juga dipicu akan kekawatiran Irak dan Negara-negara Arab akan lahirnya militansi Islam di negaranya masing-masing setelah terjadi Revolusi Islam.
Di tahun 90-an, muncul tokoh baru Syiah dari keluarga al-Sadr, Ayatollah Muhammad Sadiq al-Sadr. Ia sepupu dari Ayatollah Muhammad Baqir al-Sadr. Kehadirannya benar-benar memberikan kekuatan kepada kaum Syiah Irak karena ia berani mengkritik penguasa dan mengecamnya. Akhirnya Saddam menangkap dan membunuhnya di Najaf di tahun 1999 bersama dua putra tertuanya. Namun putra bungsunya, Moqtada al-Sadr berhasil selamat dan gigih melakukan gerakan bawah tanah.
Sub Topik : Kurdi Tidak Punya Kawan
Orang Kurdi selalu mengingat peristiwa tanggal 16 Maret 1988 sebagai “Jumat Berdarah”. Ia merupakan simbol kekejaman Saddam. Bagaimana Saddam memerintahkan pasukannya yang dipimpin Ali Hasan al-Majeed untuk membasmi orang-orang Kurdi dengan senjata biologi dan kimia. yang mematikan seperti Anthrax, gas saraf VX, Aflaktosin, Botulinum toksin, Sarin dan Gas Mustard.
Komunitas Kurdi dari waktu ke waktu hidup di bawah bantuan Turki, Arab, Persia dan Rusia. Kelompok ini selalu dilihat dari dua cara, pertama, memandang Kurdi sebagai korban, baik korban pemerintah pusat maupun kekuatan luar. Kedua, menempatkan Kurdi sebagai Agent Provocateur yang bertindak sebagai kepanjangan tangan dari kekuatan-kekuatan yang menentang dan mengiginkan tersingkirnya Saddam
Rezim Abd al-Karim Kassem di Irak adalah yang pertama kali menjanjikan otonomi kepada Kurdi. Namun Barzani, pemimpin Partai Demokratik Kurdi-Irak (PDK) menegaskan kedaulatan Kurdistan dan menyatakan perang terhadap Irak. Setelah Mustafa Barzani meninggal,pimpinan partai dipegang oleh putranya, Massoud Barzani yang lebih sering berkelana di pengasingan dan fasih berbahasa Parsi, Arab, Inggris, Kurmanje dan Sorani
Di kalangan Kurdi sendiri ada dua partai besar, yakni Partai Demokratik Kurdi (PDK) pimpinan Barzani dan partai Uni Patriotik Kurdistan pimpinan Jalal Talabani yang semula merupakan anggota PDK, namun karena sering bentrok dengan Barzani, ia keluar dan mendirikan UPK
Perang antar Kurdi untuk memperebutkan kekuasaan dan pengaruh di Irak Utara menjadi salah satu penyebab mudahnya Saddam menguasai wilayah itu. Wilayah PDK (Barzanistan) di bagian timur laut dan UPK (Talabanistan) di barat daya. Setelah Perang Irak-Iran berakhir, Saddam menindak tegas Kurdi karena Kurdi memihak Iran saat perang berlangsung.
Belajar dari pengalaman, 2 partai besar di Kurdi tersebut sepakat bersatu dengan membentuk Front Kurdistan, namun front tersebut rapuh karena kurangnya saling percaya dan ambisi untuk saling menghancurkan.
Sebuah negara yang dicita-citakan Kurdi masih jauh dari harapan karena sedikitnya ada tiga isu sentral, pertama, warisan konflik antar sesama. Kedua, warisan pengkhianatan dan yang ketiga Arabisasi dan status Kirkuk sebagai penghasil minyak yang selalu menjadi episentrum friksi antara Kurdi dan pusat
B. APLIKASI BERITA
Kerajaan Ottoman Turki menguasai wilayah Iran dan Irak selama dua abad sejak abad ke-13. Tiga perempat wilayah Kurdi dikuasai Dinasti Ottoman (Usmaniyah), sisanya oleh bangsa Persia. Kedua kerajaan ini seringkali memakai ketangguhan militer orang Kurdi untuk bertempur. Akibatnya, sering terjadi perang antar orang Kurdi.
Berbagai literatur dan kesenian tumbuh subur. Golongan Kurdi terdidik mulai bermunculan. Pada abad ke-19 semangat nasionalisme bangsa Arab meningkat, termasuk kalangan elite bangsa Kurdi. Mereka melakukan perlawanan terhadap Kerajaan Ottoman.
Perang Dunia I menggembosi kekuatan Dinasti Ottoman dan melahirkan negara baru, Irak. Inggris memberi hak kepada bangsa Ottoman yang bermukim di Bagdad, Basrah, dan Mosul yang di dalamnya termasuk wilayah Kurdi. Isu kekayaan minyak di wilayah Kurdi membuat Inggris membatalkan niatnya membantu terbentuknya negara Kurdi yang merdeka dan masuk dalam peta Irak. Pemerintah Irak mewajibkan pemakaian bahasa Irak di seluruh wilayah Kurdi. Sekolah dan buku-buku harus menggunakan bahasa Irak.
Pada masa ini, sering terjadi pemberontakan oleh bangsa Kurdi. Hingga Perang Dunia II, seorang pemimpin bangsa Kurdi, Mustafa Barzani, muncul membangkitkan semangat nasionalisme Kurdi dan mendukung proses demokratisasi di Irak dengan mendirikan Partai Demokratik Kurdi (KDP).
C. PENDAPAT (KOMENTAR)
Sunggguh ironis memang nasib Kurdi. Sebagai salah satu etnis terbesar yan pernah ada, Kurdistan menjadi sebuah bangsa yang tak bertuan dan boneka asing. Maju kena, mundur kena. Ia tak tahu mesti berbuat dan berpihak pada siapa. Ia pun digrogoti kekuatan dari dalam dan luar, perlahan tapi pasti demi sebuah kepentingan politik dan ekonomi kelompok tertentu. Sewajarnya Kurdi sebagi sebuah etnis dengan populasi yang cukup tinggi bisa belajar dari pengalaman Bangsa Yahudi dalam hal persatuan dan jiwa nasionalisme. Jumlah penduduk yang banyak tak menjamin eksistensi dan kedaulatan sebuah bangsa. Yahudi dengan Negara Israelnya tak bisa dipandang sebelaha mata. Populasinya hanya beberapa juta, namun mampu berdiri sendiri sebagai sebuah negara yang disegani dunia walaupun harus dengan mencaplok wilayah bangsa lain. Tingkat SDM di atas rata-rata dan merunut pada catatan internasional hampir 30 % peraih nobel penghargaan dunia di berbagai bidang adalah keturunan Yahudi, sehingga tidak salah anggapan bahwa Yahudi adalah “Bangsa pilihan Allah” dan Kurdi Sebagai “Sebuah bangsa yang tak punya kawan “ benar adanya.
D. PERMASALAHAN
Permasalahan fundamental bagaimana yang menyebabkan komunitas Syiah berada dalam tekanan rezim penguasa, Saddam Husain (partai Ba’ath)? Ironisnya, Komunitas Syiah berpopulasi 60% dari jumlah penduduk Irak keseluruhan, 40 % Komunitas Kurdi dan sisanya adalah Komunitas Sunni dan sangat paradoks bahwa Syiah sebagai mayoritas diperintah kaum Sunni, sang pemimpin roda pemerintahan.
E. SOLUSI
Masalah fundamental dan sensitif yang dihadapi Irak terkait dengan isu agama dan politik ternyata menjadi konflik sentral nan krodit yang memunculkan tindak kekerasan yang belarut-larut terhadap Komunitas Syiah . Akar permasalahanya bermula dari fundamentalis agama antara Sunni dan Syiah. Berkaca dari sejarahnya, Sunni dan Syiah memiliki perbedaan yang mendasar. Secara khusus, Muslim Syi'ah mengakui Ali bin Abi Thalib (sepupu Muhammad, menantu, dan kepala keluarga Ahlul Bait) sebagai penerus kekhalifahan setelah Nabi Muhammad dan percaya bahwa Ali dipilih melalui perintah langsung dari Nabi Muhammad, di mana perintah Muhammad berarti wahyu dari Allah.mereka juga menolak 3 kekhalifahan sebelumnya yang diamini oleh Sunni. Masalah agama merembet ke politik sejak Partai Ba’ath memenangkan pemilu dengan tampilnya Saddam yang berasal dari Komunitas Sunni sebagai pemimpin. Ia mengubah Irak menjadi negara sekuler dan selalu memberikan tekanan terhadap syiah sebagai mayoritas agar jangan sampai muncul tokoh-tokoh Syiah yang anti pemerintah. Perubahan dan tindak kekerasan itulah yang tidak disukai oleh kaum Syiah. Lewat pembentukan Partai Da’wa pimpinan Ayatollah Muhammad Baqir al-Sadr dan munculnya Revolusi Islam di Iran yang berakhir dengan kemenangan Sang Imam Agung Syiah, Ayatollah Ruhollah Khomeini dengan menumbangkan Shah Iran, Reza Pahlevi menjadi sebuah motivasi sendiri bagi Kaum Syiah Irak untuk menuntut hak-hak mereka sebagai warga negara sewajarnya walaupun jiwa nasionalisme kaum syiah tak diragukan lagi semenjak pecah Perang Irak-Iran sebagai akibat ambisi Saddam dan ketakutan negara-negara Arab akan Revolusi Islam yang sedang melanda kawasan itu.
Periode Demokrasi Liberal
Masa sebelum pemilu
Dengan disetujuinya hasil Konfrensi Meja Bundar pada 2 November 1949 di Den Haag maka terbentuklah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terdiri dari 16 negara bagian dengan masing-masing luas daerah dan jumlah penduduk yang berbeda. Di antara negara-negara bagian yang terpenting selain Republik Indonesia yang mempunyai daerah terluas dan penduduk terbanyak adalah Negara Sumatra Timur, Negara Sumatra Selatan, Negara Pasundan dan Negara Indonesia Timur. Sebagai kepala negara pertama terpilih Ir. Soekarno, sedangkan Moh. Hatta diangkat sebagai perdana menteri dari kabinet RIS yang pertama. Tokoh-tokoh yang duduk dalam kabinet tersebut adalah Sultan Hamengku Buwono IX, Mr. Wilopo, Prof. Soepomo, Dr. Leimina, Arnold Mononutu, Anak Agung Gde Agung, Ir. Herling Laoh, Sultan Hamid II dan lain-lain.
Kabinet ini merupakan zaken kabinet dan bukan kabinet koalisi yang bersandar pada kekuatan partai politik yang dalam keanggotaannya sebagian besar mendukung negara kesatuan RI dan hanya segelintir orang yang mendukung sistem federal yakni Sultan Hamid II sehingga gerakan untuk membubarkan negara federal dan membentuk negara kesatuan semakin kuat. Lebih-lebih karena dasar pembentukan negara federal sangat lemah. Tidak ada ikatan ideologis yang kuat atau tujuan kenegaran yang jelas. Kenyataannya, negara ferderal ini ciptaan Belanda dan bukan kehendak rakyat negara-negara bagian itu.
Negara-negara bagian federal tidak mempunyai kekuatan militer sendiri yang dapat dipakai untuk mempertahankan negerinya. Kekuatan militer yang ada hanyalah pasukan-pasukan Belanda yang terdiri dari KL (Koninklijk Leger) : Tentara Kerajaan) dan KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Leger) : Tentara Kerajaan Hindia Belanda).
Pada masa RIS ini tidak sedikit cobaan yang dihadapi pemerintah dan juga rakyat. Sebagai sebuah negara baru yang diakui kedaulatannya, Indonesia harus menghadapi rongrongan dari dalam yang dilakukan oleh beberapa golongan yang mendapat dukungan dan bantuan dari pihak Belanda atau mereka yang takut kehilangan hak-haknya bila Belanda meninggalkan Indonesia.
Pemberontakan APRA.
Sesuai dengan persyaratan Persetujuan Den Haag, Koninklijke Nederlandsch Indische Leger (KNIL) yang berkekuatan 65.000 orang akan dibubarkan. Dari segi politik militer, pembubaran ini merupakan suatu kemenangan bagi bangsa Indonesia, akan tetapi ditinjau secara teknis dan psikologis sangat berat untuk dilaksanakan karena jumlah KNIL yang puluhan ribu dengan tata organisasi dan mentalitas yang berbeda, menyebabkan timbulnya ketegangan antara bekas-bekas KNIL dengan para tentara APRIS. Selain menyita biaya yang besar untuk ransum makanan dan biaya angkutan, sikap kolonialistis dari KNIL ini banyak melahirkan ketegangan terhadap kedua belah pihak. Pertikaian dipicu oleh berbagai faktor yaitu sangat terlihat keengganan para anggota TNI (APRIS) untuk menerima para bekas tentara KNIL ke dalam kesatuan mereka karena TNI merasa telah berkorban dan berjuang demi kemerdekaan dan tentu saja tidak mau menerima bekas musuhnya yang lebih setia kepada Belanda. Namun berdasarkan keputusan KSAD No.40/KSAD/PH/50 tanggal 7 Februari 1950 dan perintah KSAD No:384/KSAD/PH/1950 yang berisi penetapan reformasi dan konsolidasi antara bekas KNIL untuk digabungkan dengan APRIS/TNI sebagai intinya. Keputusan tersebut mengakibatkan anggaran belanja tidak mencukupi dan yang menjadi korban adalah para anggota TNI yang diberhentikan untuk efesiensi dana serta memangkas pengeluaran negara.
Adalah seorang Raymond Pierre Westerling yang berhasil mengkonsolidasi tentara KNIL untuk mengadakan pemberontakan terhadap RIS dengan mendirikan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Tujuan utamanya adalah sebagai langkah awal untuk mewujudkan pemerintahan sendiri yaitu Pemerintahan Ratu Adil Indonesia (RAPI).
Westerling tidak saja mendapat bantuan dari pihak Belanda dan Inggris, namun juga dari para pengusaha non-pribumi yang dipimpin oleh GoanYoe Thio, Sultan Hamid II serta adanya tokoh-tokoh Negara Pasundan, Wiranatakusuma dan Kusna Puradipradja yang bertindak sebagai penasehat Westerling.
Sebelum melakukan serangan, Westerling mengirimkan Ultimatum terhadap Pemerintah RIS agar kekuasaan militer di daerah Pasundan diserahkan saja pada APRA, mengingat Tentara Nasional Indonesia (TNI) kurang mampu melaksanakan tugas itu.
Gerakan APRA mengkonsentrasikan penyerangan di dua kota utama yakni Bandung dan Jakarta karena dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan, di antaranya bahwa Kota Bandung merupakan salah satu kota yang strategis baik secara politik maupun militer. Apabila kota Bandung dapat dilumpuhkan dan Divisi Siliwangi dikuasai maka salah satu pusat kekuatan militer RIS akan hancur dan akan memudahkan untuk melaksanakan rencana selanjutnya yaitu menduduki Jakarta yang merupakan kota terpenting dan merupakan pusat pemerintahan RI. Apabila kedua kota tersebut dapat dikuasai maka secara otomatis pemerintahan RI dapat diambil alih.
Pasukan APRA yang terdiri dari kurang lebih 800 orang menyerang kota Bandung pada pagi buta tanggal 23 Januari 1950. Kota Bandung berhasil dikuasai oleh APRA yang menyerang dengan membabi buta dan rencana selanjutnya adalah melakukan penyerangan ke Kota Jakarta di saat sidang menteri sedang berlangsung. Namun atas kesigapan APRIS yang didatangkan dari Jawa Tengah, gelombang APRA dari Bandung yang bersiap melakukan penyerangan ke Jakarta dan telah ditunggu oleh pasukan lain yang dipimpin Westerling berhasil digagalkan
Kegagalan itu membuat Westerling berusaha untuk menghindar dari penangkapan oleh pemerintah RIS dengan melarikan diri ke Singapura namun berhasil ditangkap oleh Pemerintah Singapura dengan tuduhan memasuki wilayah Singapura tanpa izin. Karena tidak adanya hubungan diplomasi dan perjanjian ektradisi antara RIS dengan Singapura, permohonan pengembalian penjahat perang ditolak oleh pihak Singapura.
Setelah melalui proses penyidikan dan penelusuran bukti-bukti, diketahui bahwa selain Westerling terdapat tokoh lain yang terlibat dengan gerakan APRA yaitu Sultan Hamid II yang merupakan salah satu tokoh federal dan menjabat sebagai Menteri Negara Zonder Forte Feolio dan sebenarnya menginginkan jabatan menteri pertahanan dan membuat sebuah alibi untuk menghindarkan kecurigaan atas keterlibatannya.

Peristiwa Andi Azis Di Makassar
Ketika Negara Indonesia Timur dibentuk, Andi Azis diangkat sebagai ajudan Presiden Sukawati dan pangkatnya di kembalikan menjadi Letnan II KNIL. Pada tahun 1947 Ia dikirim ke Bandung untuk menjadi instruktur pendidikan militer dan kembali ke Makassar pada tahun 1948. Sekembalinya di Makassar Ia diangkat menjadi Komandan Divisi VII yang anak buahnya adalah asli orang Belanda. Menjelang penyerahan kedaulatan pada tahun 1949, Ia dipercayai untuk membentuk satu kompi pasukan KNIL dan memilih langsung anak buahnya. Kompi inilah yang kemudian diresmikan oleh Panglima Teritorial Indonesia Timur, Letnan Kolonel Akhmad Junus Mokoginta dan dilebur menjadi bagian dari APRIS . Namun pada perkembangan selanjutnya Ia menggunakan pasukan itu untuk melakukan pemberontakan atas hasutan Dr. C. Soumakil, Menteri Kehakiman Indonesia Timur dan berhasil menguasai kota Makassar serta menawan Letnan Kolonel Akhmad Junus Mokoginta.
Atas tindakannya tersebut Presiden Soekarno memberikan ultimatum kepada Andi Aziz untuk menyerahkan diri dalam tempo 3 x 24 jam. Panggilan tersebut tidak dipenuhinya dan Ia tetap melakukan pemberontakan
Di akhir tahun 1950 Ia diundang lagi oleh Presiden Soekarno untuk datang menghadap di Jakarta dan ditemani oleh pamannya, Andi Patoppoi, seorang Menteri Dalam Negeri Negara Indonesia Timur, Anak Agung Gde Agung serta seorang wakil dari Komisi Tiga Negara. Sesampainya di Pelabuhan Udara Kemayoran ia ditangkap oleh Polisi Militer dan dibawa ke pengadilan Wirogunan Yogyakarta serta dijatuhi hukuman penjara 14 tahun, tetapi hanya delapan tahun saja yang dijalani. Dengan ditangkapnya Andi Azis, berakhir pulalah perlawanan terhadap pusat. Namun sisa-sisa pasukannya menggabungkan diri dengan pasukan Dr. Soumakil dan melakukan pemberontakan di Maluku dengan nama gerakan Republik Maluku Selatan.

Pemberontakan Republik Maluku Selatan
Peristiwa ini terjadi di Ambon pada 25 April 1950 oleh orang-orang bekas KNIL dan pro Belanda di bawah pimpinan Mr. Dr. Ch. R. Soumokil, bekas Jaksa Agung Negara Indonesia Timur.
Ia memindahkan pasukan KNIL dan pasukan Baret Hijau yang terlibat Pemberontakan Andi Azis ke Ambon. Pada 25 April 1950, mereka mengumumkan berdirinya Republik Maluku Selatan setelah sebelumnya melakukan teror dan pembunuhan.
Pemerintah Pusat mencoba menyelesaikan peristiwa dengan mengirim misi yang diketuai Dr. Leimena berdasarkan hasil Konferensi Maluku di Semarang namun mengalami kegagalan sehingga pemerintah memutuskan untuk menumpasnya dengan kekuatan senjata dengan membentuk sebuah pasukan di bawah pimpinan Kolonel A.A Kawilarang dan mulai melakukan penumpasan di pos-pos penting RMS yang memusatkan kekuatan pasukannya di Pulau Seram dan Ambon.
Setelah APRIS berhasil merebut kota Ambon dan menangkap tokoh mereka yang terlibat, sisa-sisa pasukan RMS yang masih ada melarikan diri ke hutan-hutan dan untuk beberapa tahun lamanya melakukan kegiatan pengacauan. Soumokil yang berhasil menyelamatkan diri, pada tahun 1962 berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati, 12 April 1964.
Darul Islam
Negara Islam Indonesia (NII) atau dikenal dengan nama Darul Islam (DI) adalah gerakan politik yang diproklamasikan pada 7 Agustus 1949 oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara teokrasi dengan Islam sebagai dasar negara.
Dalam kehidupannya, Kartosoewirjo mempunyai cita-cita untuk mendirikan Negara Islam Indonesia. Untuk mewujudkan cita - citanya, Kartosoewirjo mendirikan sebuah pesantren di Malangbong, Garut, yaitu Pesantren Sufah yang menjadi tempat menimba ilmu keagamaan tempat latihan kemiliteran Hizbullah dan Sabillah. Dengan pengaruhnya, Kartosoewirjo berhasil mengumpulkan banyak pengikut yang dijadikannya sebagai bagian dari pasukan Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan ini dimulai ketika Jawa Barat kosong sebagai akibat Perjanjian Renville yang mengharuskan 35.000 pasukan TNI ditarik mundur ke daerah RI. Namun anggota-anggota Hizbullah dan Sabillah tidak menaati perintah untuk mundur dan tetap berada di Jawa Barat serta menguasainya. Mereka menggabungkan diri menjadi Darul Islam serta membentuk Negara Islam Indonesia.
Pemerintah RI berusaha menyelesaikan persoalan ini dengan cara damai. Pemerintah membentuk sebuah komite yang dipimpin oleh Natsir. Namun, komite ini tidak berhasil merangkul kembali Kartosoewirjo ke pangkuan RI. Operasi penumpasan memakan waktu yang lama karena DI Jawa Barat mengadakan kerjasama dengan asing yang juga berniat menggulingkan Pemerintah RI.
Pada 27 Agustus 1949, pemerintah secara resmi melakukan operasi penumpasan gerombolan DI/TII yang disebut dengan Operasi Baratayudha dan dengan bantuan rakyat dalam Operasi Pagar Betis, di tahun 1962, gerombolan DI dapat dihancurkan dan S.M. Kartosoewiryo diadili dan dipidana mati.
Gerakan Darul Islam di Jawa Tengah berbeda dengan gerakan Darul Islam di Jawa Barat. Penggeraknya adalah Majelis Islam di bawah Amir Fatah di derah Tegal dan Brebes, Gerakan Umat Islam pimpinan Moh. Mahfudh Abdul Rachman dan pemberontak Batalyon 423 dan 426 TNI yang melakukan desersi. Tujuanmya adalah membentuk NII dan bergabung dengan NII Kartosoewirjo. Melalui pembentukan pasukan baru yang disebut dengan Banteng Raiders dan Operasi Kilat, Operasi Banteng Negara dan Operasi Guntur, di tahun 1954 gerombolan tersebut dapat dihancurkan.
Di Aceh rongrongan terhadap pemerintah dilakukan oleh Tengku Daud Beureueh. Penyebabnya adalah khawatir akan kehilangan kedudukan dan perasaan kecewa karena diturunkannya kedudukan Aceh dari daerah istimewa menjadi karesidenan di bawah Provinsi Sumatra Utara. Pada tanggal 21 September 1949 Ia mengeluarkan maklumat yang menyatakan bahwa Aceh merupakan negara bagian NII di bawah Kartosoewirjo.
Wilayah Aceh dikuasainya sambil menyebarkan fitnah yang berusaha memperburuk nama Indonesia di mata masyarakat Aceh. Untuk menghadapinya, pemerintah terpaksa menggunakan kekuatan senjata dan melakukan operasi pembersihan di samping melakukan pelurusan atas berita fitnah tentang RI yang disebarkan pemberontak. Pada tanggal 17-28 Desember 1962 diadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh atas inisiatif Kolonel Jasin dan didukung oleh tokoh-tokoh pemerintah daerah sehingga pemberontakan dapat diakhiri dengan jalan musyawarah.
Di Sulawesi Selatan, gerakan DI dipimpin oleh Kahar Muzakar di mana dalam operasi penumpasannya memakan waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit sebab gerombolan pemberontak dapat memanfaatkan keadaan medan dan lebih mengenal sifat rakyat setempat dengan menanamkan rasa kesukuan. Sebab utama pemberontakan adalah ambisi dari Kahar Muzakar untuk mendapatkan kedudukan pimpinan APRIS. Selama perang kemerdekaan Ia berjuang di Jawa dan setelah perang usai Ia kembali ke asalnya dan memimpin laskar-laskar gerilya di Sulawesi Selatan yang kemudian bergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan. Kahar muzakar menuntut agar semua anggota KGSS dimasukkan ke dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin. Tuntutan tidak dapat dipenuhi dan pemerintah hanya akan memasukkan anggota KGSS ke dalamn APRIS yang lolos penyaringan. Uluran tangan pemerintah dengan pemberian perlengkapan senjata kepada anggota KGGS yang lolos penyaringan tidak digubrisnya dan Ia melarikan diri ke hutan dengan perlengkapan senjata yang dibawa. Di dalam hutan Ia mulai bergrilya dan menyatakan daerah Sulawesi Selatan sebagai bagian NII kartosoewirjo. Operasi penumpasan pemberontakan berjalan alot dan pada Februari 1965, Ia berhasil ditembak mati.
Selain mendapat rongrongan terhadap kekuasaan RIS, Kabinet Hatta juga harus menyelesaikan berbagai persoalan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial budaya dan hubungan luar negeri.
Pasca berbagai bentuk pemberontakan yang berusaha menggulingkan kekuasaan RI apalagi disinyalir adanya keterlibatan orang-orang dalam yang merasa tidak puas dengan pemerintah, secara politik berdampak terhadap lahirnya gagasan untuk membentuk negara persatuan, karena sistem federal dianggap tidak cocok dan telah gagal serta menimbulkan kelabilan politik di Indonesia. Mayoritas anggota senat RIS dan Majelis Permusyawaratan dan pemerintah RIS kemudian mengeluarkan undang-undang darurat mengenai pembubaran negara-negara bagian untuk kembali digabungkan dalam satu bentuk negara kesatuan Republik Indonesia.
Pada tanggal 7 Maret 1950 berdasarkan Undang-Undang Darurat tahun 1950, pasal 130 meresmikan pembubaran negara-negara bagian di Indonesia dan peresmian sistem negara Indonesia yang baru yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Di bidang ekonomi, Indonesia mengalami Kondisi yang buruk dengan terjadinya inflasi dan defisit anggaran. Pemerintah tidak sanggup mengontrol mata uang asing yang beredar di Indonesia, terutama mata uang Jepang dan Belanda. Kas negara dan bea cukai dalam keadaan nihil, begitu juga dengan pajak. Oleh karena itu, dengan sangat terpaksa pemerintah Indonesia menetapkan tiga mata uang sekaligus yaitu mata uang de javasche Bank , mata uang Hindia Belanda dan mata uang pemerintahan Jepang. Pemerintah Indonesia juga mengambil tindakan lain yaitu menasionalisasikan Perusahaan dan perkebunan asing milik swasta asing, serta mencari pinjaman dana dari luar negeri seperti Amerika, tetapi semua itu tidak memberikan hasil yang berarti dikarenakan adanya blokade ekonomi oleh Belanda dengan menutup akses ekspor impor yang mengakibatkan negara merugi. Pemerintah juga melakukan langkah drastis dalam bidang keuangan dengan melakukan pemotongan uang pada tanggal 19 maret 1950 yang menentukan bahwa uang yang bernilai 2,50 gulden ke atas dipotong menjadi dua sehingga nilainya tinggal setengahnya. Walaupun banyak pemilik uang yang terkena imbas pemotongan uang tersebut.
Di bidang militer sendiri, pemerintah melakukan rasionalisasi terhadap angkatan perang sehingga pemerintah mulai bisa mengendalikan inflasi agar tidak cepat meningkat.
Usaha- usaha lain yang dilakukan oleh pemerintah RI untuk mengatasi masalah ekonomi adalah menyelenggarakan Konferensi Ekonomi pada bulan Februari tahun 1946. Agenda utamanya adalah usaha peningkatan produksi pangan dan cara pendistribusiannya, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan milik swasta asing.
Selain soal ekonomi, pemerintah juga harus menyelesaikan soal di bidang kepegawaian dan militer yang nanti berdampak pada masalah sosial. Selesainya perang membuat julmlah pasukan harus dikurangi untuk meminimalisai beban keuangan negara dan mereka perlu mendapat tempat penampungan bila didakan rasionalisasi. Meghadapi masalah ini pemerintah mencoba membuat usaha-usaah pembangunan untuk membuka kesempatan melanjutkan pelajaran dalam pusat-pusat pendidikan yang memberi pendidikan keahlian agar mereka memiliki kesempatan untuk menempuh karier baru
Dalam hubungannya dengan luar negeri, Kabinet Hatta menjalankan politik bebas aktif walaupun hubungan diplomatik masih lebih banyak dilakukan dengan negara-negara Berat dibandingkan dengan negara-negara Komunis.

Pembubaran RIS Menjadi RI
Pada tanggal 17 Agustus 1950 dengan resmi RIS dibubarkan dan dibentuk negara kesatuan baru. Persiapan pembentukannya sudah dilakukan beberapa bulan sebelumnya, sebab di dalam negara-negara federal, keinginan untuk bersatu sudah lama timbul dan negara kesatuan yang baru terbentuk itu oleh kebanyakan masyarakat dianggap sebagai kelanjutan Republik Proklamasi 17 Agustus 1945.
Persetujuan antara RIS dan RI untuk membentuk negara kesatuan tercapai pada tanggal 19 Mei 1950 setelah selama kurang lebih 2 bulan bekerja, panitia gabungan RIS dan RI yang bertugas merancang undang-undang negara kesatuan meyelesaikan tugasnya pada 20 Juli 1950. Kemudian diadakan perubahan di masing-masing DPR dan rancangan UUD negara kesatuan diterima baik oleh senat dan parlemen RIS maupun oleh Komite Nasional Indonesia Pusat dan pada 15 Agustus, rancangan UUD tersebut ditandatangani oleh Presiden Soekarno.
UUD 1950 ini mengandung UUD RI dan UUD RIS. Menurut UUD 1950, kekuasaan legislatif dipegang oleh presiden, kabinet dan DPR. Pemerintah mempunyai hak untuk mengeluarkan undang-undang darurat atau peraturan pemerintah dengan persetujuan DPR. Presiden dapt mengeluarkan dekrit bila diperlukan dan kabinet bertanggung jawab kepada DPR dan DPR mempunyai hak untuk menjatuhksn kabinet atau memberhentikan menteri-menterinya secara individu.
Dalam NKRI ini, Indonesia dibagi ke dalam 10 provinsi yang mempunyai otonomi dan dari tahun 1950-1955 telah terjadi pergantian kabinet sebanyak 4 kali. Dengan dijalankannya demokrasi parlementer ala Barat, di mana kedaulatan rakyat disalurkan melalui sistem banyak partai, kestabilan negara sukar didapat sebab parlemen dapat menjatuhkan kabinet bila partai oposisi dalam parlemen kuat. Karena tiap-tiap kabinet tidak berumur panjang, maka program-programnya tidak sempat dijalankan sebagaimana yang diharapkan dan menimbulkan banyak masalah baik di bidang ekonomi, politik, sosial maupun keamanan.
Beban lain yang juga menjadi masalah pemerintah adalah soal pengembalian Irian Barat ke tangan Indonesia di mana perundingan antara Indonesia dan Belanda yang dimulai semasa Kabinet Natsir mengalami kemacetan. Hal ini menimbulkan mosi Hadikusumo tentang pencabutan PP no.39/1950 tentang DPRS dan DPRSDS. Kabinet Natsir pun jatuh.
Presiden Soekarno segera menunjuk Mr. Sartono sebagai formatur kabinet dan oleh Mr. Sartono mandat tersebut dimulai dengan mengadakan koalisi PNI-Masyumi, namun usaha tersebut mengalami kegagalan. Pada hari itu juga presiden segera menunjuk Sidik Djojosukarto (PNI) dan Dr. Sukiman Wirjosandjojo (Masyumi) untuk membentuk kabinet. Adapun program kabinet meliputi :
1. Menjaga keamanan dan ketertiban umum
2. Mengusahakan kemakmuran rakyat secepatnya dan memperbaharui hukum agraria agar sesuai dengan kepentingan petani
3. Mempercepat pemilu
4. Menjalankan politik luar negeri bebas aktif dan memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secepatnya
Kabinet ini kembali jatuh setelah mendapat tentangan keras akibat ditandatanganinya persetujuan bantuan ekonomi dan persenjataan dari Amerika Serikat yang dianggap bahwa Indonesia telah masuk Blok Barat dan tidak sesuai dengan politik luar negeri bebas aktif.
Presiden menunjuk Mr. Wilopo (PNI) sebagai formatur kabinet dan dalam program kerjanya lebih ditujukan pada persiapan Pemilu I untuk Konstituante, DPR serta DPRD, kemakmuran, pendidikan dan keamanan rakyat, masalah pengembalian Irian Barat dan politik luar negeri bebas aktif.
Dalam program yang dijalankannya muncul kesukaran-kesukaran di antaranya dengan timbulnya provinsialisme dan bahkan sparatisme karena orang-orang daerah merasa kecewa dengan alokasi keuangan yang diberikan pusat kepada daerah lebih kecil daripada hasil ekspor yang mereka berikan untuk pusat. Untuk itu mereka menuntut otonomi daerah. Muncul perkumpulan-perkumpulan berlandaskan daerah seperti Paguyuban Daya Sunda dan Gerakan Pemuda Federal Republik Indonesia.
Selain soal kesukuan dan kedaerahan yang muncul, timbul pula permasalahan dalam angkatan darat yang dikenal dengan Peristiwa 17 Oktober di mana terjadi ketegangan mengenai masalah interrn angkatan darat yang terjadi antara DPRS dengan para petinggi angkatan darat yang menganggap kebanyakan anggotan DPRS adalah orang-orang bentukan Belanda sehingga tidak memiliki riwayat perjuangan dan tidak usah mencampuri urusan militer lebih dalam. Akibat pertikaian yang merembet pada sidang parlemen, membuat perpecahan di dalam tubuh angakatan darat yang menyebabkan kabinet goyah apalagi ditambah masalah tentang peristiwa Tanjung Morawa di mana sesuai dengan KMB pemerintaha mengizinkan pengusaha asing mengusahakan tanah-tanah perkebunan sehingga membuat mosi tak percaya dalam parlemen dan Kabinet Wilopo pun jatuh. Wilopo diganti Ali Sostroamijoyo dengan membentuk Kabinet Ali I yang merupakan kabinet terakhir sebelum Pemilu I.
Di lain pihak, panitia persiapan Pemilu I diketuai oleh Hadikusumo. Pemilu untuk parlemen diadakan pada 29 Sepetember dan untuk Konstituante pada 15 Desember 1955.
Politik luar negeri yang menonjol masa itu adalah dengan adanya penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 18 April 1955 yang menghasilkan Dasa Sila Bandung yang merupakan prinsip-prinsip bagi pemeliharaan dan perdamaian dunia. Keuntungan yang didapat dari penyelenggaraan Konferensi adalah dengan terselesaikannya masalah dwi kewarganegraaan antara Indonesia dan RRC serta didukungnya Indonesia pada forum internasional untuk masalah Irian Barat.
Kabinet Ali I jatuh lantaran tidak dapat menyelesaikan perpecahan dalam tubuh angkatan darat sebagai kelanjutan Peristiwa 17 Oktober dan digantikan dengan kabinet Burhanudin.

Periode Setelah Pemilu I
Periode ini dimulai dengan dilaksanakannya pemilu I dan berakhir dengan diumumkannya Dekrit Presiden tahun 1959 tentang kembali ke UUD 1945. Dengan selesainya Pemilu I, tugas Kabinet Burhanudin pun dianggap selesai dan perlu diadakan pembentukan kabinet baru dengan terbentuknya Kabinet Ali II yang merupakan koalisi PNI, Masyumi dn NU.
Program kabinetnya disebut dengan rencana lima tahun yang memuat soal-soal jangka panjang misalnya usaha memasukkan Irian Barat ke Indonesia, pembentukan daerah-daerah otonom dan mempercepat pemilihan anggota DPR, mengusahakan perbaikan nasib buruh dan pegawai, menyehatkan keuangan negara dengan merintis ekonomi kerakyatan.
Kesukaran-kesukaran yang dialami oleh Kabinet Ali I di antaranya adalah dengan munculnya perasaan anti Cina. Apalagi dengan ditandatanganinya Undang-Undang Pembatalan KMB yang berarti menasionalisasi semua perusahaan milik Belanda. Di samping juga banyak pengusaha Belanda yang telah menjual perusahaannya kepada pengusaha non pribumi seperti orang-orang Cina yang sejak dulu telah memiliki kedudukan kuat dalam perekonomian Indonesia.
Adalah seorang Mr. Assaat yang menyatakan perlunya perlindungan terhadap pengusaha nasional karena tidak mampu bersaing dan atas sarannya tersebut melahirkan Gerakan Assaat yang menimbulkan perasaan Anti Cina.
Di lain pihak, juga terjadi rasa tidak senang daerah terhadap pemerintah karena alokasi dana daerah sangat minim dan tidak tercapainya tujuan untuk mengubah sistem parlementer sehingga mereka melakukan kegiatan ekstar parlementer. Muncullah gerakan-gerakan daerah anti pusat yang juga didukung oleh militer.
Keadaan tersebut menjatuhkan Kabinet Ali II dan Ali segera digantikan oleh Ir. Djuanda, tokoh independen. Keputusan ini diambil Presiden Soekarno karena mengibaratkan perpolitikan Indonesia seperti “politik dagang sapi”, yaitu tawar menawar kedudukan untuk membentuk kabinet kalisi.
Kabinet Djuanda memiliki 5 program kerja ( panca karya), karenanya disebut Kabinet Panca Karya. Adapun programnya adalah :
1. Membentuk Dewan Nasional
2. Normalisasi keadaan indonesia
3. Pembatalan KMB
4. Perjuangan Irian Barat
5. Pembangunan
Dewan Nasional mempunyai tujuan pokok untuk menampung dan menyalurkan pertumbuhan-pertumbuhan kekuatan yang ada di dalam masyarakat, sebagai penasehat guna melancarkan roda pemerintahan dan menjaga stabilitas politik. Walaupun telah dibentuk Dewan Nasioanl, keadaan negara semakin gawat saja dan untuk meredakan kedaan itu diadakan Munas pada 14 September 1957 dan di lingkungan angkatan darat dibentuk sebuah panitia yang disebut dengan Panitia Tujuh. Namun justru keadaan tak kunjung membaik dan lebih parah lagi terjadi percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno yang dikenal dengan Peristiwa Cikini. Dengan adanya peristiwa tersebut menandai keadaan yang kembali bergejolak dan menimbulkan keadaan daerah yang ingin memisahkan diri dari pusat. Kembali bermunculan gerakan-gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari pangkuan pertiwi . Namun pemerintah tidak tanggung-tanggung untuk menumpas semua pemberontakan tersebut dengan kekuatan militer. Selain juga sebagai tindakan preventif terhadap masuknya intervensi asing yang berdalih ingin menanamkan modalnya di Indonesia.
Setelah mengalami instabilitas politik yang berlarut-larut selama kurang lebih 10 tahun, masyarakat mulai berselera untuk memiliki pemerintahan yang kuat dengan pemimpin yang kuat pula sebagai upaya untuk melanjutkan pembangunan yang diharapkan. Lambat laun kekuasaan DPR hasil pemilu 1955 segera menghilang karena telah dibentuk Dewan Nasional sebagai penasehat pemerintah dan Dewan Perancangan nasional. Dengan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali. Dan dengan berlakunya dekrit tersebut, Djuanda mengembalikan mandatnya kepada presiden. Kabinet parlementer digantikan dengan kabinet presidensiil dengan Soekarno sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala negaranya.
1. Tahun 1945-1949 (UUD 1945)
a. Pada masa ini mengindikasikan keinginan kuat dari para pemimpin negara untuk membentuk pemerintahan demokratis. Namun karena Indonesia harus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan maka belum bisa sepenuhnya mewujudkan pemerintahan demokratis sesuai dengan UUD 1945. bahkan terjadi penyimpangan (demi kepentingan NKRI) terhadap UUD 1945 yaitu:
1. Maklumat Pemerintah no X tanggal 16 Oktober 1945 tentang perubahan fungsi KNIP (pembantu Pres) menjadi Fungsi parlementer (legislatif)
2. Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 mengenai pembentukan Partai politik (Sebelumnya hanya ada 1 partai yaitu PNI)
3. Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 mengenai perubahan kabinet presidensial menjadi parlementer
b. Berdasarkan UUD 1945, Bentuk negara kesatuan, bentuk pemerintahan Republik, sistem pemerintahan Presidensial

2. Tahun 1949-1950 (Konstitusi RIS)
a. Hasil dari KMB bentuk negara Indonesia Serikat
b. Sistem pemerintahan parlementer
c. Demokrasi Liberal
d. Bentuk negara Serikat


3. Tahun 1950-1959 (UUDS 1950)

a. Ditandai dengan suasana dan semangat yang ultrademokratis.
b. Kabinet berubah menjadi sistem parlementer
c. Dwitunggal Soekrno-Hatta dijadikan simbol dengan kedudukan sebagai kepala negara.
d. Pemerintahan tidak stabil ditandai dengan sering jatuh bangunnya kabinet sehingga pembangunan tidak jalan hal ini disebabkan dominannya politik aliran dan basis sosial ekonomi yang rendah
e. Bentuk negara kesatuan, sisten pemerintahan parlementer, demokrasi Liberal
f. Pemilu pertama tahun 1955 berhasil memilih anggota DPR dan Kontituante.
g. Kontituante bertugas membuat UUD baru tapi gagal
h. Pemberontakan didaerah seperti DI/TII, APRA, PRRI/Permesta, RMS, Andi Azis.


4. Tahun 1959-1965 (UUD 1945) ORLA

a. Diawali dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang Isinya :
1. Bubarkan Konstituante
2. Kembali berlaku UUD 1945 dan tidak berlaku lagi UUDS 1950.
3. Segera bentuk MPRS dan DPAS
b. Kabinet kembali menjadi sistem Presidensial
c. Demokrasi Terpimpin
d. Presiden mengontrol semua spektrum politik
e. Legislatif lemah, eksekutif kuat
f. Kekuasaan negara terpusat sehingga kehilangan kontrol akibatnya terjadi penyimpangan yaitu penyimpangan idiologis (Nasakom), pengangkatan Presiden seumur hidup, Pidato presiden MANIPOLUSDEK dijadikan GBHN. Ketua MPR dijadikan Mentri. DPR hasil pemilu dibubarkan Presiden
g. Terjadi Pemberontakan G-30-S/PKI tahun 1965


5. Tahun 1966-1998 (UUD 1945) ORBA

a. Diawali dengan SUPERSEMAR
b. ORBA bertekat menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekwen.
c. Demokrasi Pancasila dibawah kepemimpinan Soeharto (sistem Presidensial)
d. Pemilu diadakan 5 tahun sekali tapi tidak demokratis
e. Kuatnya kekuasaan Presiden dalam menopang dan mengatur seluruh proses politik, terjadi sentralistik kekuasaan pada presiden.
f. Pembangunan ekonomi terlaksana tapi tidak berbasis ekonomi kerakyatan
g. Indikator demokrasi tidak terlaksana yaitu rotasi kekuasaan eksekutif tidak ada, rekrutmen politik tertutup, pemilu jauh dari semangat demokrasi, HAM terbatas, kebebasan politik dibatasi, KKN merajalela
h. Atas tuntutan seluruh massa (dimotori oleh mahasiswa) maka tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri digantikan oleh Wapres Prof. B.J Habibi.

6. Tahun 1998 sampai sekarang (UUD 1945) Reformasi

1. Demokrasi Pancasila, Sistem pemerintahan Presidensial
2. Diadakan kembali pemilu tahun 1999
3. Dibuka kemerdekaan dan kebebasan pers sebagai media komunikasi politik yang efektif
4. Upaya peningkatan partisipasi rakyat dalam kegiatan pemerintahan
5. Amandememn UUD 1945 untuk mengatur kekuasaan dalam negara agar lebih demokratis
6. Pelaksanaan Otonomi daerah
7. Reposisi dan reaktualisasi TNI
8. Pemilu Luber dan Jurdil (Pilkada untuk daerah)
9. Upaya penegakan HAM
10. Upaya netralisasi berpolitik bagi PNS
11. Upaya pemberantasan KKN
12. Penegakan supremasi hukum dan keadilan ekonomi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Keruntuhan Fasis dunia dengan berhasil dikalahkannya Jerman dan Italia pada berbagai front perang di Eropa serta Jepang di Asia, memulai babak baru dalam sejarah dunia dan Indonesia pada khususnya. Fasisme sendiri merupakan sebuah paham kebangsaan yang berharap ingin membangun imperium dunia dalam satu ras dan itu direalisasikan dalam peperangan dan penguasaan terhadap negara lain yang akhirnya dapat dihancurkan oleh tentara Sekutu yang merupakan gabungan negara-negara Barat yang merasa khawatir dengan kehadiran Fasisme akan menggerogoti aksistensinya dalam percaturan politik dunia terutama pada negeri jajahan.
Di lain pihak, para pejuang bangsa yang dengan semangat membara mulai merecoki kekuasaan Jepang yang telah melemah. Memanfaatkan keadaan vacum of power pasca dibom atomnya dua kota Jepang, para pejuang mulai menyusun rencana kemerdekaan bangsa dan tepat pada tanggal 17 Agustus 1945, proklamasi kemerdekaan dikumandangkan. Walaupun sempat terjadi selisih paham mengenai waktu pelaksanaan proklamasi antara Golongan Muda yang progresif dengan Golongan Tua yang cendrung bersikap hati-hati dalam menentukan sikap.
Segera berita tentang proklamasi kemerdekaan disebarluaskan melalui radio-radio yang lolos dalam pengawasan Jepang. Namun Jepang sendiri tidak mau mengakui kemerdekaan itui karena keberadaan mereka di Indonesia adalah untuk menjaga status quo yang diamanatkan oleh sekutu.
Walaupun masih baru, Republik ini langsung membentuk segala hal sebagai syarat berdirinya sebuah negara seperti mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara, memilih presiden dan wakil presiden dan badan-badan lainnya. Dalam bidang militer dibentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat). Namun, BKR yang dibentuk secara lokal berakibat pada perlawanan yang kurang tersentral terhadap serangan Belanda. BKR diganti menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan selanjutnya berubah menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia) dan terakhir berubah lagi menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia) serta menempatkan semuanya dalam satu biro agar mudah terkoordinasi. Badan-badan perjuangan inilah nanti yang akan lebih banyak berjibaku baik dengan Jepang maupun Belanda.
Bersamaan dengan pelucutan kekuatan Jepang, muncul masalah lain yakni dengan kedatangan Pasukan Sekutu yang tergabung dalam SEAC (Southeast Asia Command) dan ikut di dalamnya pasukan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang terang-terangan ingin menancapkan kembali hegemoninya Republik ini.
Walaupun secara de facto, pasukan Sekutu telah mengakui kedulatan Republik ini, Belanda tetap pada pendiriannya. Berbagai siasat dan tipu muslihat mereka terapkan untuk mewujudkan itu semua. Perebutan kekuasaan terhadap Republik bukan saja dilakukan lewat jalan peperangan, namun juga terjadi lewat jalan diplomasi yang akhirnya berhasil menceraiberaikan bangsa ini dengan jalan membentuk negara-negara boneka untuk mengimbangi kekuasaan Republik ini. Mereka juga berhasil memaksakan berbagai hasil perundingan yang lebih menguntungkan dirinya.
Rongrongan kekuasaan bukan hanya dilakukan oleh Belanda saja, namun juga oleh pihak-pihak dalam terutama kelompok-kelompok militer dan mempunyai pengalaman perang yang merasa tidak puas terhadap berbagai kebijaksanaan pusat. Ketika keadaan kacau, saat itulah Belanda mulai menusuk dari belakang dengan melancarkan agresi dan manuver-manuver politiknya karena dianggap lebih efektif untuk menggoyahkan sebuah pemerintahan.
Begitu lihainya taktik Belanda dalam melakukan tarik ulur perundingan, sehingga mereka mampu memaksakan intervensi politik terhadap perpolitikan tanah air. Hal itu terlihat pada perubahan struktur pemerintahan dari sistem presidensiil menjadi sistem parlementer model Barat yang oleh Belanda mesti dilakukan karena akan lebih mudah mengadakan perundingan-perundingan.
Dengan sistem parlementer seperti itu, sebuah kabinet pemerintahan akan dengan mudah mengalami kejatuhan jika muncul tentangan dari suara mayoritas dalam kabinet dan itu memang terjadi ketika sistem presidensiil diganti dengan sistem parlementer sehingga apa yang menjadi program kabinet ke depan, belum dapat direalisasikan. Satu masalah belum selesai akan muncul masalah lain dan yang menjadi korbannya adalah rakyat.
Kehadiran Sekutu terutama Amerika Serikat dan Inggris sebagai penengah nampaknya berat sebelah dan tidak memberikan dampak yang signifikan untuk mencapai perdamaian. Walaupun ada berbagai kecaman yang terlontar namun tidak diimbangi dengan aksi serta adanya berbagai politik kepentingan Sekutu terhadap Republik ini.






1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana maksud dan tujuan golongan pemuda melakukan penculikan terhadap Soekarno-Hatta serta makna yang terkadung dalam proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945?
1.2.2 Bagaimana kondisi kehidupan masyarakat di awal kemerdekaan dan berbagai peristiwa sekitar proklamasi?
1.2.3 Bagaimana maksud dan tujuan dari Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II serta upaya-upaya cerdas yang dilakukan bangsa dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Dapat mendeskripsikan maksud dan tujuan golongan pemuda melakukan penculikan terhadap Soekarno-Hatta serta makna yang terkadung dalam proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
1.3.2 Dapat mendeskripsikan kondisi kehidupan masyarakat di awal kemerdekaan dan berbagai peristiwa sekitar proklamasi.
1.3.3 Dapat mendeskripsikan maksud dan tujuan dari Agresi Militer Belanda I dan Agresi Militer Belanda II serta usaha-usaha cerdas yang dilakukan bangsa dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peristiwa Rengasdengklok dan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia
PPKI secara simbolis dilantik oleh Jenderal Tarauchi dengan mendatangkan Soekarno dan Hatta ke Saigon pada tanggal 9 Agustus 1945 disertai Rajiman Wedyodininggrat. Ketika Soekarno-Hatta pulang ke tanah air pada tanggal 14 Agustus 1945 dengan singgah di Singapura, mereka berjumpa dengan anggota-anggota PPKI dari Sumatra yaitu Moh. Amir, Teuku Hassan dan Abdul Abbas.
Setelah Soekarno-Hatta tiba di Jakarta, Syahrir menemui mereka untuk saling tukar informasi. Syahrir yang memimpin gerakan perlawanan tanpa kompromi dengan Jepang, telah sejak tanggal 10 Agustus mendengar dari radio gelap bahwa Jepang telah meminta damai dengan Sekutu. Namun pihak Sekutu hanya mau menerima penyerahan tanpa syarat. Karena perang masih berlangsung, Syahrir mendesak agar kedua pemimpin itu segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia keesokan harinya pada tanggal 15 Agustus 1945 dengan maksud kalau proklamasi kemerdekaan itu terjadi sebelum Jepang menyerah, maka kedudukan Indonesia di dalam perundingan-perundingan sesudah perang selesai akan menjadi lebih kuat karena jelas kemerdekaan itu bukan hadiah Jepang, di samping itu, proklamasi itu berarti pula sumbangan Indonesia kepada Sekutu melawan Jepang. Namun Soekarno dan Hatta yang dituduh oleh golongan Syahrir dan lebih-lebih Golongan Pemuda sebagai kolaborator tidak berani mengambil resiko, karena menganggap kekuatan Jepang di Indonesia masih dalam keadaan utuh.
Sementara itu tanggal 15 Agustus Syahrir mendengar kabar bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Karena itu Ia mendesak supaya proklamasi segera dilakukan. Namun Soekarno dan Hatta belum bersedia karena kabar itu baru diterima lewat radio gelap. Soekarno dan Hatta ingin mendengar kabar resmi dari pemerintah. Di samping itu Syahrir juga mendesak agar proklamasi kemerdekaan tak dilakukan lewat PPKI buatan Jepang agar tidak mempersulit hubungan dengan Sekutu nanti.
Proklamasi ternyata tidak dapat dipaksakan oleh kelompok radikal. Taktik mereka dengan gertak dan intimidasi membuktikan bahwa mereka tidak tahu hukum revolusi. Revolusi hanya akan berhasi jika dikemudikan oleh pemimpin yang tahu apa maunya, pandai membuat perhitungan yang tepat dan mampu mengukur kekuatan lawan. Memang kelompok Sukarni berhasil mengkoordinasikan kelompok sjahrir dan kelompok pelajar mahasiswa. Tetapi akhirnya Sjahrir bersikap apatis terhadap proklamasi, di samping arah dan gerak Sukarni yang dianggap menuju chaos dan anarki. Kelompok pelajar mahasiswa diberi gambaran yang salah tentang keadaan politik dan perjuangan rakyat.
Pada malam hari tanggal 15 Agustus terjadi dua hal penting, yaitu persiapan rapat PPKI dan rapat Gerakan Pemuda. PPKI akan mengadakan rapat pada tanggal 16 Agustus pagi. Undangan kilat telah disampaikan kepada para anggota yang pada waktu itu telah berkumpul di Jakarta. Rapat akan diadakan di hotel Des Indes (Duta Indonesia).
Bersamaan dengan itu, hasil rapat Gerakan Pemuda di bawah pimpinan Sukarni dan Chaerul Saleh memutuskan untuk menyingkirkan Soekarno-Hatta dari Jakarta ke Rengasdengklok. Para pemuda mendatangi kediaman Soekarno-Hatta pada dini hari tanggal 16 Agustus dengan menyatakan bahwa pemuda akan segera melaksanakan perebutan kekuasaan. Agar mereka tidak terancam jiwanya, perlu diamankan. Namun menurut Bung Hatta, golongan pemuda itu takut kalau Soekarno-Hatta dapat diperalat atau paling tidak dipengaruhi oleh Jepang. Mungkin juga adanya Soekarno-Hatta di Jakarta bisa menghalangi rencana mereka.
Rengasdengklok dipilih menjadi tempat persembunyian karena di sana terdapat kesatuan PETA bersenjata yang cukup besar dan penguasa setempat beserta rakyatnya umumnya anti Jepang dan pro perebutan kekuasaan. Sampai sore hari perebutan kekuasaan seperti yang dikatakan golongan pemuda tidak terjadi. Sementara itu Laksamana Maeda sedang kebingungan mencari Soekarno dan Hatta untuk menyampaikan kabar resmi penyerahan Jepang seperti yang telah dijanjikan. Akhirnya dicapai kesepakatan antara Mr. Ahmad Soebardjo yang mewakili golongan tua dengan Wikana yang mewakili golongan muda bahwa proklamasi harus dilaksanakan di Jakarta. Subarjo dan Sudiro yang dikawal Jusuf Kunto menjemput Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok
Soekarno dan Hatta tiba di Jakarta pukul 23.30. namun sebelumnya mereka menemui mayor jendral Nishimura untuk menjajagi sikapnya terhadap pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia dan mengharapkan pihak Jepang tidak menghalang-halangi proklamasi. Kemudian Hatta mempersiapkan rapat dan menghubungi para anggota yang tentunya telah dibuat bingung karena kepergian mereka. Rapat akan diselenggarakan di Hotel Des Indes tempat para anggota menginap. Tetapi peraturan melarang adanya rapat-rapat sesudah jam 10 malam, karena itu rapat atas tawaran Maeda diselenggarakan di rumahnya di Miyokodori (Nassau Boulevard), kini jalan Imam Bonjol no. 1.
Rapat berlangsung sampai jam 6 pagi tanggal 17 Agustus. Hasilnya adalah rumusan teks proklamasi yang akan diumumkan pada hari itu jam 10 pagi.
Semula golongan pemuda menyodorkan rumusan teks proklamasi yang keras nadanya, karena itu rapat tidak menyetujui. Konsep teks proklamasi ditulis Soekarno sedangkan Hatta dan menyumbangkan pikiran secara lisan:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain, diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta, hari 17 bulan 8 tahun ‘45
Atas nama bangsa Indonesia,
Soekarno-Hatta
tanda tangan Soekarno
tanda tangan Hatta
Teks tersebut adalah teks yang resmi dan ditandatangani oleh dwitunggal Soekarno-Hatta. Teks yang ditulis Bung Karno dan yang di sudut bawah kanan terdapat kata-kata “wakil-wakil bangsa Indonesia” adalah buram dan tidak ditandatangani.
Bunyi teks tersebut tidak bernada keras, tetapi sungguh memadai. Pihak lain tidak usah dibuat gusar mendengar bunyi teks tersebut.
Setelah rumusan teks berhasil disusun, timbul persoalan siapa yang harus menandatangani teks itu. Hatta mengusulkan agar teks proklamasi itu, seperti Declaration of Independence Amerika, ditandatangani oleh seluruh yang hadir sebagai wakil bangsa Indonesia. Namun atas usul Sukarni yang disetujui oleh kebanyakan yang hadir, teks proklamasi hanya ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta saja atas nama bangsa Indonesia. Akhirnya Soekarno menyuruh Sayuti Melik untuk mengetik naskah itu sesuai dengan tulisan tangan Soekarno disertai perubahan-perubahan yang telah disetujui rapat.
Agar seluruh rakyat Indonesia mengetahuinya, naskah itu harus disebarluaskan dan Sukarni mengusulkan agar naskah itu dibaca di Lapangan Ikada. Tetapi Soekarno tidak setuju, karena tempat itu adalah tempat umum yang dapat memancing bentrokan antara rakyat dan militer Jepang. Ia sendiri mengusulkan agar proklamasi itu dilakukan di rumahnya di Jalan Pengangsaan Timur no.56
Karena Jepang melarang penyiaran proklamasi itu, maka penyiarannya dilakukan secara gelap baik lewat radio, dengan pamflet-pamflet, edaran-edaran dan dari mulut ke mulut.
Penculikan Soekarno dan Hatta merupakan realitas dan kesalahan perhitungan politik yang semata-mata berdasarkan sentimen. Kiranya pada detik-detik yang menentukan terjadi pertentangan dan perbedaan pendapat. Di satu pihak lebih dikuasai emosi pemuda yang revolusioner-romantik sedangkan di pihak lain, kelompok tua tetap dikuasai oleh rasio untuk dapat mencapai tujuan bersama.
Pasca proklamasi kemerdekaan, kelompok sutan Sjahrir yang bersikap apatis menganggap proklamasiyang dibacakan Soekarno sangat lemah karena kurang mendapat dukungan rakyat, akhirnya melakukan perjalanan ke seluruh Pulau Jawa. Menyambangi tiap-tiap daerah dan ingin memastikan respon masyarakat terhadap proklamasi tersebut. Nyatanya masyarakat menyambut proklamsi secara antusias dan menganggap Soekarno sebagai pemimpin mereka. Begitu populernya Soekarno di mata rakyat sampai mengalahkan kepopuleran dirinya. Dia pun yakin proklamasi yang dikumandangkan pada 17 Agustus 1945 mendapat dukungan yang luas dari masyarakat. Akhirnya Sjahrir mau menerima ajakan Soekarno-Hatta untuk duduk dalam pemerintahan.

2.2 Masa Revolusi Fisik
2.2.1 Sekilas Tentang Masa Revolusi Fisik
Masa Revolusi Fisik adalah masa di mana pemikiran-pemikiran yang berkembang pada Masa Pergerakan Nasional menguji keampuhannnya dalam rangka patriotisme menghadapi Belanda, yaitu usaha mendapatkan pengakuan kedaulatan.
Faksi-faksi berkembang membentuk kelompok pro dan kontra atas perundingan Indonesia dengan Belanda. Dua faksi terbesar pada Masa Revolusi Fisik, yaitu pertama faksi pemerintah yang didukung oleh dwitunggal Soekarno-Hata yang lebih dikenal dengan Sayap Kiri lalu Persatuan Perjuangan (PP) sebagai oposisi pemerintah. Sayap kiri terdiri dari kaum Sosialis Kanan Sjahrir yang dikenal dengan sebutan SosKa lalu kelompok Komunis Gadungan Amir Syarifudin yang dikenal dengan sebutan KomGa (SosKa+KomGa=Partai Sosialis), ditambah dengan Pesindo, PKI, dll. Sedangkan PP terdiri dari komunis nasional Tan Malaka, Hizbullah, dll yang terkenal dengan sebutan kelompok kiri dari kiri.
Di luar kelompok Ini ada dua partai yang mempunyai kekuatan besar, yakni Masyumi sebuah partai federasi dengan ideologi nasionalisme Islam dan PNI dengan ideologi nasionalis Sekuler. Disamping itu ketiga kekuatan pada Masa Revolusi Fisik ada dua kekuatan Dwitunggal Soekarno-Hatta dan tentara. Secara garis besar pada Masa Revolusi Fisik pemikiran yang berkembang adalah tentang bagaimana cara mendapatkan kedaulatan Indonesia baik di meja perundingan maupun di medan perang termasuk membentuk tentara regular yang homogen.
Tercapainya pengakuan kedaulatan pada 27 Desember 1949 dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang selanjutnya dikuti dengan perubahan konstitusi Indonesia dari konstitusi RIS menuju UUDS 1950 adalah tonggak diterapkannya Demokrasi Liberal di Indonesia. Begitupun dengan bentuk Negara yang awalnya federal menurut Konstitusi RIS berubah menjadi Republik Kesatuan melalui sebuah mosi integral M. Natsir.

2.2.2 Periode Perang Kemerdekaan
Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, tanggal 18 Agusutus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama kali di Gedung Kesenian Jakarta dan menghasilkan beberapa keputusan penting menyangkut kehidupan ketatanegaraan serta landasan politik bagi Indonesia merdeka. Keputusan itu antara lain :
1. Mengesahkan Undang-Undang Dasar negara
2. Memilih presiden dan wakil presiden, yakni Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta
3. Presiden untuk sementara waktu dibantu oleh sebuah komite nasional
Sidang hari kedua menghasilkan keputusan dibentuknya 12 departemen dan sekaligus menunjuk para pemimpin departemen serta menetapkan pembagian wilayah Indonesia yang dibagi atas delapan provinsi serta menunjuk gubernurnya. Pada tanggal 23 Agustus, Presiden Soekarno dalam pidatonya menyatakan berdirinya tiga badan baru yaitu Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Badan Keamanan Rakyat ini akan bertugas sebagai penjaga keamanan umum di daerah-daerah di bawah koordinasi KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Leger) daerah. Pidato tersebut mendapat dua sambutan berbeda di kalangan pemuda-pemuda seluruh Indonesia khususnya di Pulau Jawa. Pada umumnya timbul kekecewaan bahwa pemerintah tidak segera membentuk sebuah tentara nasional, tetapi sebagian besar pemuda mantan anggota PETA, KNIL dan Heiho, artinya pemuda-pemuda yang sudah mempunyai pengalaman militer memutuskan membentuk BKR di daerah tempat tinggalnya dan memanfaatkan BKR itu sebaik-baiknya sebagai wadah perjuangan. Sebagian lagi yang pada jaman Jepang telah membentuk kelompok-kelompok politik, tidak puas dengan BKR setelah usul mereka mengenai pembentukan tentara nasional ditolak pemerintah. Mereka menempuh jalan lain dengan membentuk badan-badan perjuangan yang kemudian menyatukan diri dalam sebuah Komite van Aksi yang bermarkas di Jalan Menteng 31 di bawah pimpinan Adam Malik, Sukarni, Nitimihardjo dan badan-badan yang bernaung di bawah Komite van Aksi adalah Angkatan Pemuda Indonesia (API), Barisan Rakyat Indonesia (BARA) dan Barisan Buruh Indonesia (BBI).
BKR dan badan-badan perjuangan yang dibentuk pemuda inilah yang menjadi pelopor yang merebut kekuasaan dari tangan Jepang. Mereka merebut senjata dan sering kali terjadi pertempuran-pertempuran dengan pihak Jepang. Di samping itu adanya perintah dari pihak sekutu kepada Jepang agar tetap menjaga status quo sejak 15 Agustus 1945 sampai datangnya tentara Sekutu.
2.2.3 Kembalinya Belanda bersama Sekutu
Sesuai dengan perjanjian Wina pada tahun 1942, bahwa Negara-Negara Sekutu sepakat untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang kini diduduki Jepang pada pemilik koloninya masing-masing bila Jepang berhasil diusir dari daerah pendudukannya.
Menjelang akhir perang, sebagian wilayah Indonesia telah dikuasai oleh tentara sekutu. Satuan tentara Australia telah mendaratkan pasukannya di Makasar dan Banjarmasin, sedangkan Balikpapan telah diduduki oleh Australia sebelum Jepang menyatakan menyerah kalah. Sementara Pulau Morotai dan Irian Barat bersama-sama dikuasai oleh satuan tentara Australia dan Amerika Serikat di bawah pimpinan Jenderal Douglas MacArthur, Panglima Komando Kawasan Asia Barat Daya (South West Pacific Area Command/SWPAC).
Setelah perang usai, tentara Australia bertanggung jawab terhadap Kalimantan dan Indonesia bagian Timur, Amerika Serikat menguasai Filipina dan tentara Inggris dalam bentuk komando SEAC (South East Asia Command) bertanggung jawab atas India, Burma, Srilanka, Malaya, Sumatra, Jawa dan Indocina. Pasukan Sekutu yang bertugas di Indonesia ini merupakan komando khusus dari SEAC yang diberi nama Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) yang mempunyai tiga divisi dengan Panglima Lord Mountbatten sebagai komando tertinggi Sekutu di Asia Tenggara dan untuk di Indonesia dipegang oleh Letnan Jendral Sir Philip Christison. Tugas AFNEI di Indonesia adalah melaksanakan perintah gabungan Kepala Staf Sekutu yang diberikan kepada SEAC di antaranya :
1. Menerima penyerahan Indonesia dari Jepang
2. Membebaskan para tawanan perang sekutu (Recovered Allied Prisoners of War and Internees (RAPWI).
3. Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk dipulangkan
4. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk diserahkan kepada pemerintah sipil
5. Menghimpun keterangan tentang dan menuntut penjahat perang di depan pengadilan Sekutu
Berdasarkan Civil Affairs Agreement pada 23 Agustus 1945, Inggris bersama tentara Belanda mendarat di Sabang, Aceh dengan didampingi Dr. Charles van der Plas. Kehadiran tentara Sekutu ini, diboncengi NICA (Netherland Indies Civil Administration) yang dipimpin oleh Dr. Hubertus J. van Mook yang dipersiapkan untuk membuka perundingan atas dasar pidato siaran radio Ratu Wilhelmina tahun 1942 dan menyatakan tidak akan berbicara dengan Soekarno yang dianggapnya telah bekerja sama dengan Jepang.
Pada awalnya, kedatangan Pasukan Sekutu disambut dengan netral oleh pihak Indonesia, namun suasana berubah drastis ketika diketahui bahwa kedatangan Sekutu juga menggandeng NICA yang dengan terang-terangan hendak menegakkan kembali kekuasaannya.
NICA kembali mempersenjatai orang-orang KNIL yang baru dilepaskan oleh Jepang serta memicu kerusuhan dengan mengadakan provokasi terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Menimbang bahwa tugas Sekutu tidak akan berhasil tanpa bantuan Indonesia dalam upayanya untuk menjaga ketertiban dan perdamaian Asia, akhirnya Christison mengadakan perundingan dengan pihak Indonesia dan mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto pada tanggal 1 Oktober 1945 serta tidak akan mencampuri persoalan yang menyangkut ketatanegaraan Indonesia. Namun pada kenyataannya sering terjadi insiden-insiden antara pasukan Sekutu dengan pihak Indonesia. Terdapat berbagai pertempuran yang bersifat heroik dan menggugah rasa kebangsaan seperti Peristiwa 10 November yang sekarang diperingati sebagai hari pahlwan. Peristiwa ini terjadi di daerah Surabaya yang merupakan Peristiwa besar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia di dalam mempertahankan kemerdekaannya yang dilakukan oleh Arek-arek Suroboyo yang terdiri dari berbagai suku, lapisan dan kedudukan secara gagah berani dan dengan semangat kepahlawanannya menentang setiap keinginan dari kaum penjajah yang akan kembali merampas kemerdekaan Bangsa dan Negara Indonesia. Dengan semboyan "Merdeka atau Mati", dengan gagah berani, Arek-arek Suroboyo dengan senjata apa adanya menghadapi kekuatan penjajah yang menggunakan senjata modern dan yang lebih hebatnya lagi mereka berhasil menewaskan Brigjen Mallaby yang kemudian digantikan oleh Mayjen Mansergh.
Kemudian peristiwa Palagan Ambarawa, di daerah Ambarawa yang disebabkan NICA mempersenjatai kembali tawanan KNIL sehingga menimbulkan amarah pihak Indonesia. Insiden bersenjata timbul di kota Magelang, hingga terjadi pertempuran. Perang dipimpin oleh Kolonel Soedirman pada 12 Desember 1945 menggunakan taktik gelar supit urang, atau pengepungan rangkap sehingga musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya terputus. Pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa pada 15 Desember 1945. Kemenangan pertempuran ini kini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan Ambarawa dan diperingati sebagai Hari Jadi TNI Angkatan Darat.
Pada bulan September-Oktober 1945 terjadi bentrokan fisik antara masyarakat Bandung bersama TKR dengan tentara Jepang dalam usaha pemindahan markas Jepang, antara lain di pabrik senjata dan mesiu di Kiaracondong, yang puncaknya terjadi di Heetjanweg, Tegalega. Pada tanggal 9 Oktober 1945, bentrokan fisik dengan pihak Jepang dapat diselesaikan dengan damai. Pemuda, TKR, dan rakyat Bandung berhasil mendapatkan senjata mereka. Bersamaan dengan itu, datanglah tentara Sekutu memasuki kota Bandung dan sebanyak 1 brigade pasukan dipimpin Mc Donald dari Divisi India ke 23 dengan dikawal Mayor Kemal Idris dari Jakarta.
Kedatangannya segera menimbulkan ketegangan dan bentrokan dengan rakyat Bandung. Pada tanggal 24 November 1945, TKR bersama rakyat Bandung yang dipimpim oleh Arudji Kartasasmita sebagai komandan TKR Bandung memutuskan aliran listrik sehingga seluruh Kota Bandung gelap gulita dengan maksud mengadakan serangan malam terhadap kedudukan Sekutu. Karena merasa terdesak, pada tanggal 27 November 1945 Sekutu memberikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat, Sutarjo yang ditujukan kepada seluruh rakyat Bandung agar paling lambat tanggal 29 November 1945 pukul 12.00, unsur bersenjata RI meninggalkan Bandung Utara dengan jalan kereta api sebagai garis batas. Tetapi sampai batas waktu yang ditentukan, rakyat Bandung tidak mematuhinya. Maka, sejak saat itu, Sekutu telah menganggap bahwa Bandung telah terbagi menjadi 2 bagian dengan jalan kereta api sebagai garis batasnya. Bandung bagian utara dianggap milik Inggris, sedangkan Bandung Selatan milik Republik. Mulailah tentara Sekutu yang terdiri dari tentara Inggris, Gurkha, dan NICA meneror penduduk di bagian Utara jalan kereta api.
Merasa tidak aman karena selalu mendapat serangan dari TKR dan rakyat Bandung, Pada tanggal 24 Maret 1946, Sekutu mengeluarkan ultimatum lagi kepada bangsa Indonesia yang masih mempunyai atau menyimpan senjata. Ultimatum itu berakhir sampai tengah malam Senin 24-25 Maret 1946. TKR dan pasukan lainnya meminta waktu 10 hari karena penarikan TKR dalam waktu singkat tidak mungkin, namun tuntutan tidak disetujui dan pertempuran sulit untuk dihindarkan. Ribuan orang mulai meninggalkan kota Bandung karena Kota Bandung telah berubah menjadi arena pertempuran.
Inggris mulai menyerang pada tanggal 25 Maret pagi, sehingga terjadi pertempuran sengit. Bandung sengaja dibakar oleh tentara Republik agar Sekutu tidak dapat menggunakannya lagi.
. Pertempuran yang paling seru terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, di mana terdapat pabrik mesiu yang besar milik Sekutu. TKR bermaksud menghancurkan gudang mesiu tersebut. Untuk itu diutuslah pemuda Muhammad Toha dan Ramdan. Kedua pemuda itu berhasil meledakkan gudang tersebut dengan granat tangan. Gudang besar itu meledak dan terbakar, tetapi kedua pemuda itu pun ikut terbakar di dalamnya.
Staf pemerintahan kota Bandung pada mulanya akan tetap tinggal di dalam kota, tetapi demi keselamatan maka pada pukul 21.00 itu juga ikut keluar kota. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan kosong dari tentara. Tetapi api masih membumbung masih membakar Bandung. Kini Bandung berubah menjadi lautan api.

2.2.4 Pembentukan TNI
Pemerintah RI menyadari bahwa pembentukan BKR secara lokal menyebabkan perlawanan yang kurang tersentral. Perlawanan menjadi terpecah-pecah. Pemerintah kemudian memanggil pensiunan KNIL, Oerip Soemahardjo yang diserahi tugas untuk menyusun tentara nasional dan pada tanggal 5 Oktober 1945 dikeluarkan Maklumat Pemerintah yang menyatakan berdirinya Tentara Keamanan Rakyat (TKR) menggantikan BKR (Badan Keamanan Rakyat). Sebagai pimpinan TKR ditunjuk Supriyadi dan Moh. Suliyoadikusumo sebagai Menteri Keamanan Rakyat. Segera pula dibentuk Markas Besar Umum TKR yang berkedudukan di Kota Yogyakarta dan secara umum terdapat 10 divisi di Pulau Jawa dan 6 divisi di Pulau Sumatra ditambah dengan puluhan badan perjuangan dari golongan pemuda.
Sejak pemerintah menyatakan terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat, orang yang ditunjuk sebagai pemimpin tertinggi, Supriyadi tidak pernah muncul dan untuk mengisi kekosongan pimpinan setelah melakukan musyawarah TKR yang dihadiri oleh Panglima Divisi dan Komandan Resimen dari seluruh Jawa dan Sumatra, terpilihlah Kolonel Soedirman, Panglima Divisi V Banyumas sebagai penggantinya.
Pasca pengangkatan Kolonel Soedirman sebagai Panglima Besar TKR dengan pangkat Letnan Jendral, nama TKR diubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian diubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).
Pada tanggal 23 Februari 1946 pemerintah mengeluarkan Ketetapan Presiden tentang Panitia Besar Penyelenggara Organisasi Tentara yang bertugas menyusun peraturan mengenai bentuk kementerian pertahanan dan bentuk kekuatan serta organisasi tentara. Tugas diselesaikan pada 17 Mei 1946. Di bawah menteri pertahanan terdapat Markas Tertinggi dan Direktorat Jendral Bagian Militer. Sebagai panglima besar ditunjuk Jendral Soedirman dan sebagai Kepala Markas Besar Umum ditunjuk Letnan Jendral Oerip Soemardjo. Mengenai badan perjuangan, dikeluarkan Peraturan no.19 yang menyatakan semua badan-badan perjuangan di bawah satu biro dalam kementerian pertahanan yaitu biro perjuangan dan peraturan itu ditegaskan lagi lewat Maklumat Menteri Pertahanan 4 Oktober 1946 tentang pembentukan Dewan Kelaskaran Pusat dan Dewan Kelaskaran Daerah
Pada tanggal 5 Mei 1946 dikeluarkan Ketetapan Presiden yang memutuskan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya mempersatukan Tentara Republik Indonesia dengan Laskar Perjuangan menjadi satu organisasi tentara. Pelaksananya dipimpin presiden dengan dibantu tiga orang wakil ketua yakni wakil presiden, menteri pertahanan dan panglima besar dengan anggota terdiri dari Kepala Staf Umum Markas Besar Tentara dan para pimpinan badan-badan perjuangan. Hasilnya menyatakan berdirinya Tentara Nasional Indonesia pada 3 Juni 1947 yang mula-mula mempunyai pimpinan kolektif sebagai pimpinan tertinggi. Nama TNI sendiri memuaskan semua pihak yang tetap menganggap dirinya bukan semata-mata alat negara melainkan sebagai pejuang nasional dan alat bangsa.
Adapun alat keamanan negara yang lain adalah Kepolisian Negara yang semula di bawah kementerian dalam negeri namun sejak dikeluarkannya Penetapan Pemerintah no. 11/SD tahun 1946 pada tanggal 26 Juni 1946 di mana Jawatan Kepolisian Negara berdiri sebagai jawatan tersendri di bawah perdana menteri.
Belum sempatnya diadakan perubahan terhadap susunan organisasi kemiliteran tersebut, Agresi Militer Belanda I dimulai pada tanggal 21 Juli 1947. Dalam waktu singkat Belanda berhasi menerobos pertahanan TNI. Kekuatan TNI dengan organisasi dan peralatan yang sederhana tidak mampu menghambat pukulan musuh dengan peralatan serba modern walaupun TNI telah bersiap-siap melakukan taktik bumi hangus yang pelaksanaannya menunggu komando pangliman besar.
2.2.5 Pergantian Sistem Pemerintahan RI
Di bidang politik, pemerintah mengeluarkan Maklumat Politik yang menyatakan bahwa pihak Indonesia menginginkan pengakuan kedaulatan terhadap Pemerintah Republik Indonesia dari pihak Sekutu maupun Belanda. Pemerintah RI bersedia membayar semua hutang-hutang Hindia Belanda sebelum Perang Dunia II dan berjanji akan mengembalikan semua milik asing yang dikuasai pemerintah serta akan membentuk partai-partai politik sebagai wadah perjuangan. Sebagai realisasi maklumat tersebut, kabinet presidensiil diganti dengan kabinet ministeriil dan sebagai perdana menteri pertama ditunjuk Sutan Sjahrir yang segera melaksanakan kontak diplomatik dengan pihak Belanda dan Inggris.
Pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan Soekarno adalah salah satu faktor yang memicu perubahan sistem pemerintahan dari presidensiil menjadi parlementer. karena itu sehari sebelum kedatangan Sekutu, Soekarno sebagai kepala pemerintahan republik diganti oleh Sutan Sjahrir, seorang sosialis yang dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di Belanda.
Pihak Republik Indonesia memiliki alasan politis untuk mengubah sistem pemerintahan dari Presidensiil menjadi Parlementer. Terjadinya perubahan besar dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia memungkinkan perundingan antara pihak RI dan Belanda. Dalam pandangan Inggris dan Belanda, Sutan Sjahrir dinilai sebagai seorang moderat, intelek dan telah berperang selama pemerintahan Jepang
Karena situasi keamanan Ibu Kota Jakarta yang makin memburuk, maka pada tanggal 4 Januari 1946, Soekarno dan Hatta dengan menggunakan kereta api, pindah ke Yogyakarta sekaligus memindahkan ibu kota RI meninggalkan Sjahrir dan kelompok yang pro negosiasi dengan Belanda di Jakarta.
Di lain pihak, Pemerintah Belanda membuat pernyataan terperinci tentang politiknya dan menawarkan perundingan dengan wakil-wakil RI yang diberi kuasa. Tujuannya adalah mendirikan Persemakmuran Indonesia yang terdiri dari daerah-daerah dengan bermacam-macam tingkat pemerintahan sendiri dan akan menjadi rekan dalam Kerajaan Belanda, menciptakan Warga Negara Indonesia bagi semua orang yang dilahirkan di sana serta mendukung permohonan keanggotaan Indonesia dalam organisasi PBB.
Masalah dalam negeri akan dihadapi dengan suatu parlemen yang dipilih secara demokratis dan orang-orang Indonesia merupakan mayoritas. Kementerian disesuaikan dengan parlemen tetapi dikepalai oleh wakil kerajaan.
Pada bulan April dan Mei 1946, Sjahrir mengepalai delegasi kecil Indonesia yang pergi berunding dengan pemerintah Belanda di Hoge Veluwe. Ia menjelaskan bahwa titik tolak perundingan haruslah berupa pengakuan atas Republik Indonesia sebagai negara berdaulat. Untuk itu, Pemerintah Belanda menawarkan suatu kerjasama yaitu mau mengakui Republik sebagai salah satu unit negara federasi yang akan dibentuk sesuai dengan Deklarasi 10 Februari. Sebagai tambahan ditawarkan untuk mengakui pemerintahan de facto Republik Indonesia atas Jawa dan Madura yang belum berada di bawah perlindungan pasukan Sekutu. Sjahrir tidak dapat menerima syarat-syarat ini, konferensi bubar, dan teman-temannya kembali pulang.
Akibat kekuatan oposisi yang kuat dalam Kabinet Sjahrir I untuk menentang semua kebijakan Sjahrir terkait dengan perundingannya dengan pihak Belanda dan Inggris yang membicarakan masalah pemberian kedaulatan, Kabinet Sjahrir I jatuh dan menyerahkan mandat kembali kepada presiden. Namun presiden kembali menunjuk Sjahrir sebagai formatur kabinet dan Sjahrir menjabat kembali sebagai perdana menteri (Kabinet Sjahrir II).
Dengan jatuhnya Kabinet Sjahrir I, pihak oposisi kabinet yang menamakan diri Golongan Persatuan Perjuangan sebenarnya menginginkan Tan Malaka sebagai formatur kabinet. Dengan keadaan yang seperti itu, kelompok-kelompok oposisi tetap ingin menjatuhkan Kabinet Sjahrir II dan puncaknya adalah dengan ditangkapnya kelompok-kelompok yang dicurigai sebagai provokator penentang pemerintah. Orang-orang tersebut merupakan kelompok Tan Malaka yang tidak puas terhadap program-program Kabinet Sjahrir II di antaranya, Tan Malaka, Sukarni, Abikusno, Sayuti Melik, Chairul Saleh dan Muh. Yamin. Menurut pemerintah, tujuan penangkapan adalah untuk mencegah timbulnya bahaya yang lebih besar karena terdapat bukti-bukti bahwa mereka berniat mengacaukan, melemahkan dan memecah persatuan. Mereka tidak melakukan oposisi yang sehat dan loyal melainkan hendak melemahkan pemerintah.
Di lain pihak Presiden Soekarno menyatakan keadaan negara dalam bahaya serangkaian dengan pergolakan Rakyat Solo yang menuntut dilenyapkannya Pemerintahan Kasunanan Daerah Istimewa Surakarta. Selain itu juga terjadi peristiwa penculikan terhadap Perdana Menteri Sutan Sjahrir yang dilakukan kelompok Tan Malaka yang terlanjur mencap Sjahrir sebagai pengkhianat yang menjual tanah airnya.
Sjahrir diculik pada malam selepas pidato peringatan Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW oleh Wakil Presiden Hatta pada Tanggal 27 Juni 1946 yang dalam pidatonya menyatakan dukungan kepada Sjahrir. Untuk mengantisipasi kekosongan pemerintahan, Soekarno lewat pidato radionnya di Yogyakarta mengumumkan pengambilalihan kekuasaan sementara dengan persetujuan kabinet dalam sidang yang dilaksanakan pada 28 Juni 1946.
Pada Tanggal 3 Juli 1946, Sjahrir dibebaskan dari penculikan namun baru pada tanggal 14 Agustus 1946, Sjahrir diminta kembali untuk membentuk kabinet dan kembali menjadi perdana menteri pada 2 Oktober 1946.
Sementara krisis terjadi dalam pemerintahan Republik Indonesia, keadaan ini dimanfaatkan oleh pihak Belanda yang telah menguasai sebelah Timur Nusantara dengan mengadakan konferensi di Malino pada 15 - 25 Juli 1946 , Pangkal Pinang pada 1 Oktober 1946 yang bertujuan untuk membentuk negara-negara di daerah-daerah yang baru diterima dari Inggris dan kelak akan dijadikan imbangan terhadap RI serta memaksanya untuk menerima bentuk federasi sebagaimana yang diusulkan Pemerintah Belanda.
Pemerintah Belanda melakukan usaha lain untuk memecah halangan dalam perundingan dengan menunjuk tiga orang Komisi Jendral datang ke Jawa dan membantu van Mook dalam perundingan baru dengan wakil-wakil republik itu. Konferensi antara dua belah pihak diadakan di bulan Oktober dan November di bawah pimpinan yang netral seorang komisi khusus Inggris, Loard Killean. Bertempat di Bukit Linggarjati dekat Cirebon, dicapailah suatu persetujuan tanggal 15 November 1946 yang pokok pokoknya sebagai berikut :
• Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura dan Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949.
• Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat yang terdiri dari tiga negara bagian, yaitu : republik Indonesia meliputi Jawa dan Sumatra, Negara bagian Kalimantan dan Negara bagian Indonesia Timur yang terbentang mulai dari Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tenggara.
• Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
• Uni Indonesia Belanda dan Republik Indonesia Serikat akan dibentuk sebelum tanggal 1 Januari 1949 dan akan menentukan badan-badan perwakilannya untuk mengatur masalah-masalah kepentingan bersama.
• Kedua belah pihak akan mengurangi kekuatan pasukannya, menjaga hukum dan ketertiban serta kedaulatan Republik atas semua tuntutan bangsa asing untuk memperoleh ganti rugi dan mengelola hak-hak serta milik-milik mereka di dalam wilayah Republik.
Dr. Hubertus. J. van Mook sebagai kepala NICA yang kemudian diangkat sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda dengan gigih memecah RI yang tinggal 3 pulau ini. Bahkan sebelum naskah itu ditandatangani, Ia telah memaksa terwujudnya Negara Indonesia Timur, dengan presiden Sukawati sebagai pemimpinnya, lewat Konferensi Denpasar tanggal 18 - 24 Desember 1946.
Perjanjian Linggarjati ditandatangani di Batavia Pada tanggal 25 Maret 1947. Partai Masyumi menentang hasil perjanjian tersebut dan banyak unsur pejuang Republik Indonesia yang tidak dapat menerima hasil perjanjian tersebut. Dengan seringnya pecah kekacauan, maka pada praktiknya perjanjian tersebut sangat sulit sekali untuk dilaksanakan.
Usaha Belanda tidak berakhir sampai di NIT. Dua bulan setelah itu, Belanda berhasil membujuk Ketua Partai Rakyat Pasundan, Soeria Kartalegawa untuk memproklamasikan Negara Pasundan pada tanggal 4 Mei 1947. Secara militer negara baru ini sangat lemah dan sangat tergantung pada Belanda dan terbukti baru eksis ketika Belanda melakukan agresi dan kekuatan RI hengkang dari Jawa Barat.
Pihak Belanda yang memprakarsai berdirinya Negara Pasundan itu memang sudah merencanakan bahwa mereka harus menyerang Republik secara langsung. Kalangan militer Belanda merasa yakin bahwa kota-kota yang dikuasai pihak Republik dapat ditaklukkan dalam beberapa bulan. Namun mereka pun menyadari begitu besarnya biaya yang ditanggung untuk pemeliharaan suatu pasukan bersenjata yang sebagian besar dari pasukan itu tidak aktif sehingga merupakan pemborosan keuangan yang serius yang tidak mungkin dipikul oleh perekonomian Negeri Belanda yang hancur akibat perang. Untuk mempertahankan pasukan ini maka pihak Belanda memerlukan komoditi dari Jawa khususnya gula dan Sumatera khususnya minyak dan karet.
2.3 Agresi Militer Belanda I
Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirimkan Nota Ultimatum, yang harus dijawab dalam 14 hari, yang berisi:
1. Membentuk pemerintahan ad interim bersama.
2. Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa bersama.
3. Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di daerah-daerah yang diduduki Belanda.
4. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama, termasuk daerah daerah Republik yang memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie)
5. Menyelenggarakan pengawasan bersama atas impor dan ekspor.
Perdana Menteri Sjahrir menyatakan kesediaan untuk mengakui kedaulatan Belanda selama masa peralihan, tetapi menolak gendarmerie bersama. Jawaban ini mendapatkan reaksi keras dari kalangan partai-partai politik di Republik.
Ketika jawaban yang memuaskan tidak kunjung tiba, Pada tanggal 20 Juli 1947 tengah malam, mulailah pihak Belanda melancarkan agresi militernya yang pertama.
Pasukan yang bergerak dari Jakarta dan Bandung difokuskan untuk menduduki Jawa Barat dan pasukan dari Surabaya untuk menduduki Madura dan Ujung Timur. Gerakan-gerakan pasukan yang lebih kecil mengamankan wilayah Semarang. Dengan demikian, Belanda menguasai semua pelabuhan perairan dalam di Jawa dan Sumatera, perkebunan-perkebunan di sekitar Medan, instalasi- instalasi minyak dan batubara di sekitar Palembang, dan daerah Padang diamankan.
Melihat aksi Belanda yang tidak mematuhi Perjanjian Linggarjati, Sjahrir bingung dan putus asa, maka dengan terpaksa Sjahrir mengundurkan diri dari jabatannya sebagai perdana menteri dan digantikan oleh Amir Syarifuddin yang sebelumnya menjabat sebagai menteri pertahanan pada Juli 1947.
Dalam kapasitasnya sebagai perdana menteri, Perdana Menteri Amir Syarifudin menggaet anggota Partai Serikat Islam Indonesia (PSII) untuk duduk dalam Kabinetnya. Termasuk menawarkan kepada S.M. Kartosoewirjo untuk turut serta duduk dalam kabinetnya menjadi wakil menteri pertahanan. Namun itu semua ditolak Kartosoewiryo karena dia belum terlibat dalam PSII dan masih merasa terikat kepada Masyumi. Penolakan itu juga ditimbulkan oleh keinginannya untuk menarik diri dari gelanggang politik pusat. Melihat kondisi politik yang tidak menguntungkan bagi Indonesia yang disebabkan oleh berbagai perjanjian. Di samping itu Kartosoewirjo tidak menyukai arah politik Amir Syarifudin yang cenderung ingin membawa politik Indonesia ke arah Komunis.
Agresi Militer Belanda I menimbulkan reaksi hebat dari dunia. Pemerintah India dan Australia mengajukan permintaan resmi agar masalah Indonesia segera dimasukkan sebagai draft pembicaraan Dewan Keamanan PBB pada tanggal 1 Agustus 1947. Dewan Keamanan memerintahkan penghentian permusuhan yang dimulai pada tanggal 4 Agustus 1947 dengan diawasi oleh Komisi Konsuler yang anggota-anggotanya terdiri dari Konsul Jendral yang ada di Indonesia dan diketuai oleh Konsul Jendral Amerika, Dr. Walter Foote
Dalam laporannya kepada Dewan Keamanan PBB, Komisi Konsuler menyatakan bahwa sejak 30 Juli sampai 4 Agustus, pasukan Belanda mengadakan gerakan militer atas wilayah Indonesia dan pihak Indonesia menolak garis demarkasi yang diajukan pihak Belanda berdasarkan kemajuan pasukannya.
PBB akhirnya menyetujuai usul Amerika Serikat bahwa untuk mengawasi penghentian permusuhan, mesti dibentuk sebuah Komisi Jasa-Jasa Baik (Committee of Good Offices for Indonesia). Indonesia dan Belanda dipersilahkan memilih satu negara yang dipercaya untuk mengawasi gencatan senjata dan ikut sebagai komisi. Indonseia memilih Australia yang diwakili Richard Kirby dan Belanda memilih Belgia yang diwakili Paul van Zeeland. Belgia dan Australia memilih Amerika Serikat yang diwakili Dr. Frank Graham dan komisi ini dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN).
Dalam bidang militer, KTN bisa mengambil inisiatif, namun dalam bidang politik, KTN hanya bisa memberikan usul dan tidak mempunyai hak dalam memutuskan masalah politik. Setelah mengadakan perundingan antara KTN dan dua negara bersengketa, akhirnya disepakati untuk kembali ke meja perundingan yang oleh Belanda menginginkan Jakarta sebagai tempat perundingan. Usul tersebut ditolak oleh pihak Indonesia karena di Jakarta tidak ada kebebasan menyampaikan pendapat dan tidak ada jawatan RI yang aktif akibat aksi militer Belanda.
Akhirnya disepakati bahwa perundingan diselenggarakan di atas kapal angkut milik Angkatan Laut Amerika Serikat, USS Renville di Pelabuhan Jakarta pada 8 Desember 1948 yang dipimpin oleh Herremans, wakil Belgia dalam KTN. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL R. Abdul Kadir Wijoyoatmojo. Kemudian KTN mengajukan usul politik yang didasarkan perjanjian Linggarjati yaitu :
1. Kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia
2. Kerjasama Indonesia-Belanda
3. Suatu negara berdaulat atas dasar federasi
4. Uni antara Negara Indonesia Serikat dan bagian lain Kerajaan Belanda.
Sebagai balasan usul KTN, pihak Belanda mengajukan 12 prinsip politik yang disampaikan kepada pihak Indonesia di antaranya adalah pengurangan pasukan dan menghidupkan kegiatan ekonomi. Belanda menyatakan, prinsip tersebut merupakan pilihan terakhir dan dalam jangka waktu 48 jam untuk menjawabnya yang oleh KTN ditambahkan 6 prinsip lagi serta berani memberikan jaminan terhadap kekuasaan Republik Indonesia bahwa tidak akan terjadi pengurangan wilayah selama peralihan sampai diserahkannya kedaulatan Belanda kepada Negara Federal Indonesia. Pihak Indonesia menerima prinsip tersebut dan 4 dari 6 prinsip tersebut menyatakan antara enam bulan sampai satu tahun sesudah ditandatangani persetujuan politik, akan diadakan plebisit di seluruh Indonesia di bawah pengawasan KTN untuk menentukan apakah masyarakat daerah-daerah yang dikuasai Belanda berhasrat bergabung dengan RI atau tidak.
Pada tanggal 19 Januari ditandatangani Persetujuan Renville. Wilayah Republik selama masa peralihan sampai penyelesaian akhir dicapai, yakni mengenai garis batas van Mook. Garis van Mook sendiri merupakan garis yang menghubungkan titik-titik terdepan pihak Belanda walaupun kenyataannya masih tetap ada banyak daerah yang dikuasai Republik di belakangnya. Bahkan lebih terbatas lagi ketimbang persetujuan Linggarjati yang hanya meliputi sebagian kecil Jawa Tengah (Yogyakarta dan delapan Keresidenan) dan ujung barat pulau Jawa, Banten tetap daerah Republik. Plebisit akan diselenggarakan untuk menentukan masa depan wilayah yang baru diperoleh Belanda lewat aksi militer. Perdana menteri Belanda menjelaskan mengapa persetujuan itu ditandatangani agar tidak menimbulkan rasa benci Amerika kepada Belanda.
Dari adanya Agresi Militer I dengan hasil diadakannya Perjanjian Renville menyebabkan jatuhnya pemerintahan Amir Syarifuddin. Amir Syarifuddin meletakkan jabatannya sebagai Perdana Menteri pada tanggal 23 Januari 1948.

2.4 Menumpas Pemberontakan Partai Komunis Indonesia.
Sesudah jatuhnya Kabinet Amir, presiden menunjuk Wakil Presiden, Moh. Hatta untuk membentuk kabinet baru. Hatta mencoba membentuk kabinet koalisi dengan mengikutsertakan semua partai dalam kabinet serta menawarkan 3 kursi kepada sayap kiri, namun sayap kiri menginginkan 4 kursi termasuk menteri pertahanan. Hatta menolaknya dan mendirikan sebuah kabinet tanpa sayap kiri dan diumumkan pada 31 Januari 1948 dengan Moh. Hatta sebagai perdana menteri merangkap menteri pertahanan yang didukung oleh Masyumi, PNI, Parkindo dan Partai Katolik. Satu-satunya anggota sayap kiri yang duduk di parlemen adalah Supeno yang menjabat sebagai menteri pembangunan dan pemuda. Adapun program kabinet Hatta antara lain :
1. Pelaksanaan Persetujuan Renville dan perundingan dengan dasar yang telah dicapai.
2. Mempercepat dibentuknya Negara Indonesia Serikat.
3. Melaksanakan rasionalsiasi angkatan perang dalam negeri.
4. Pembangunan.
Kabinet Hatta kembali dirongrong oleh kegiatan-kegiatan politik dari Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang dipimpin Amir Syarifudin yang dibarengi dengan usaha-usaha untuk memancing-mancing bentrokan dengan golongan lawan politik.
Pada 5 Juli 1948, kaum buruh yang berada di bawah pengaruh FDR mengadakan pemogokan di Pabrik Karung Delangu (Klaten). Lima hari kemudian terjadi bentrokan antara sekelompok pemogok dengan Serikat Tani Islam Indonesia (STII) yang digawangi oleh Masyumi dan menentang pemogokan tersebut. Peristiwa tersebut menjalar menjadi pembicaraan di dalam sidang KNIP. Tiga mosi telah diajukan, namun tidak ada keputusan yang pasti apakah mengutuk atau mendukung. Dalam tindak pemogokan itu tampak jelas bahwa basis FDR di daerah pedesaan lebih merupakan soal identitas kemasyarakatan daripada masalah kelas sosial atau ideologi.
Front Demokrasi Rakyat juga mengadakan rapat-rapat besar di Bukittinggi, Solok, Batusangkar, Sawah Lunto yang dipimpin oleh Abdul Karim dan menyasar Kabinet Hatta yang mengkhendaki agar diadakan reshuffle kabinet. Parta Nasional Indonesia (PNI) menyetujui adanya reshuffle kabinet, namun Hatta harus tetap memimpin kabinet. Sekelompok politisi lain yaitu pengikut Tan Malaka, membentuk Gerakan Revolusi Rakyat (GRR) yang bertujuan mengimbangi FDR dan menuntut kepada pemerintah agar melepaskan para pemimpin yang sealiran dengan mereka seperti Tan Malaka, Sukarni, Abikusno dan Muh. Yamin
Bersamaan dengan kegiatan FDR, telah tiba seorang tokoh PKI yang bermukim di Moskow sejak 1926, yakni Musso pada Agustus 1948. Kedatangannya memberi angin baru bagi gerakan kaum Komunis. Partai yang berhaluan Komunis yakni Partai Sosialis dan Partai Buruh berfusi dengan PKI dan yang menjadi dasar fusi ini menurut Amir adalah perubahan keadaan politik internasional sesudah perang dunia II.
Ia mengecam kebijakan pemerintah dan strategi perjuangan dan menganggap revolusi Indonesia bersifat defensif dan karenanya mengalami kegagalan.
Kampanye-kampanye politiknya makin meningkat dengan mengadakan rapat-rapat raksasa dan salah satunya di Madiun yang menyatakan bahwa pemerintahan Hatta membawa negaranya pada penjajahan baru dengan bentuk lain.
Sekalipun mendapatkan serangan dari Kaum Komunis, Kabinet Hatta tetap menjalankan program kabinet yang salah satu di antaranya adalah rasionalisasi angkatan perang. Tujuan rasionalisasi sendiri adalah untuk perbaikan karena merupakan satu-satunya jalan untuk memerangi inflasi yang membahayakan kehidupan rakyat. Untuk itu jalan yang ditempuh dalam merasionalisasi angkatan perang di antaranya :
1. Melepas mereka dengan sukarela dan ingin kembali ke pekerjaan semula
2. Menyerahkan penampungan kepada menteri pembangunan dan pemuda
3. Mengembalikan 100.000 orang ke dalam masyarakat desa.
Masalah rasionalisasi ini mendapat tentangan yang hebat dari FDR karena akan mengenai banyak kader-kader mereka yang bersenjata. Namun Kabinet Hatta tidak goyah karena didukung oleh 2 partai kuat, Masyumi, PNI dan beberapa kelompok pemuda.
Pertentangan politik menjadi insiden bersenjata di Solo antara FDR/PKI dengan lawan-lawan politiknya dan TNI. Pada tanggal 8 September 1948, tokoh-tokoh PKI memproklamasikan berdirinya Republik Sovyet Indonesia di Madiun. Kolonel Djokosuyono diangkat sebagai Gubernur Militer Madiun. Letnan Kolonel Dahlan, Komandan Brigade 29 menjadi komandan komando pertempuran. Musso sendiri menyerang Sukarno-Hatta yang menyatakan bahwa mereka menjalankan politik kapitulasi terhadap Belanda dan Inggris dan hendak menjual tanah air ini kepada kaum kapitalis. Padahal Persetujuan Renville yang Musso gugat adalah hasil tokoh PKI sendiri, yakni Amir Syarifuddin semasa menjabat sebagai perdana menteri.
Dengan pecahnya pemberontakan PKI di Madiun, pemerintah segera mengambil tindakan dengan membentuk Gerakan Operasi Militer I yang dilancarkan pada 30 September 1948 dan Madiun berhasil direbut. Dua bulan kemudian, operasi dinyatakan selesai.
Dengan berhasilnya penumpasan terhadap PKI, kedudukan PKI dalam KNIP menjadi beku yang berarti membuat golongan GRR mengadakan pergerakan politik yang oleh Muh. Yamin menyarankan kepada pemerintah agar dibentuk pemerintahan yang berdasarkan triple platform, yaitu kabinet yang kekuatannya terdiri dari kaum nasionalis, agama dan sosialis. Kemudian GRR mengadakan konsolidasi politik dan berfusi dengan partai-partai sehaluan di antaranya Partai Rakyat, Partai Rakyat Djelata, Partai Buruh Merdeka, Angkatan Comunis Muda (ACOMA) dan Wanita Rakyat menjadi Partai Murba.

2.5 Agresi Militer Belanda II dan Menuju Pengakuan Kedaulatan.
Belanda kembali melancarkan Agresi Militer II pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, Ibu Kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Namun sebelumnya pemerintah RI telah memberikan mandat kepada Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi.
Dengan adanya Aksi Militer Belanda II tersebut, Dewan Keamanan PBB bersidang dan Amerika Serikat mengeluarkan resolusi yang disetujui oleh semua anggota yaitu:
1. Hentikan permusuhan
2. Bebaskan presiden dan pemimpin-pemimpin RI yang ditangkap Belanda pada 19 Desember 1948
3. Memerintahkan KTN agar memberikan laporan tentang agresi tersebut
Akibat dari Agresi Militer tersebut, pihak internasional melakukan tekanan kepada Belanda, terutama dari pihak Amerika Serikat yang mengancam akan menghentikan bantuannya kepada Belanda jika tidak mematuhi resolusi tersebut. Akhirnya dengan terpaksa Belanda bersedia untuk kembali berunding dengan RI. Pada tanggal 7 Mei 1949, Republik Indonesia dan Belanda menyepakati Perjanjian Roem-Royen yang ditandatangani di Hotel Des Indes, Batavia. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama.
Hasil pertemuan ini adalah:
• Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya
• Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar
• Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta
• Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang
Dikuasainya Yogyakarta dan ditawannya para pemimpin bangsa membuat TNI bereaksi dengan melakukan serangan balasan yang dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto dengan tujuan utama untuk mematahkan moral pasukan Belanda serta membuktikan pada dunia internasional bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan. Dipilihnya Kota Yogya sebagai pusat serangan melihat posisinya sebagai ibu kota Republik, banyak wartawan asing sehingga berita penguasaan Yogyakarta akan dengan cepat tersebar dan memang benar, Kota Yogyakarta dapat dikuasai selama enam jam
Sebagai tindak lanjut dari persetujuan Roem-Royen diadakan Konferensi Meja Bundar antara Pemerintah Republik Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November 1949. Yang menghasilkan kesepakatan:
• Serah terima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serahterima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.
• Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan Ratu Belanda sebagai kepala negara
• Pengambilalihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat.

Dengan ditandatanganinya KMB, tanggal 27 Desember 1949 pemerintahan sementara negara dilantik. Soekarno menjadi Presidennya, dengan Hatta sebagai Perdana Menteri membentuk Kabinet Republik Indonesia Serikat. Indonesia Serikat telah dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16 negara yang memiliki persamaan persekutuan dengan Kerajaan Belanda.
Sementara itu, rongrongan kekuasaan terhadap Republik tidak hanya dilakukan oleh pihak-pihak asing, namun juga oleh bangsanya sendiri seperti pemberontakan yang terjadi di Jawa Barat
Pasca ditandatanganinya Persetujuan Renville, memaksa mobilisasi Tentara Republik Indonesia ke luar wilayah Jawa Barat namun di Jawa Barat sendiri masih terdapat grilyawan Islam militan yang dipimpin oleh seorang Jawa penganut tasawuf. Ia adalah Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. Ia dikeluarkan dari sekolah kedokteran karena pemikiran-pemikiran politiknya yang radikal. Kemudia ia tinggal bersama ayah angkatnya, Tjokroaminoto dan ketika ia dalam keadaan sakit keras, dalam masa penyembuhan itu, ia belajar Agama Islam dan setelahnya aktif dalam Partai Serikat Islam (PSI) sampai ia dikeluarkan dari keanggotaan partai karena tidak menyetujui keputusan partai.
Dalam kehidupannya, Kartosoewirjo mempunyai cita-cita untuk mendirikan Negara Islam Indonesia. Untuk mewujudkan cita-citanya, Kartosoewirjo mendirikan sebuah pesantren di Malangbong, Garut, yaitu Pesantren Sufah yang menjadi tempat menimba ilmu keagamaan tempat latihan kemiliteran Hizbullah dan Sabillah. Dengan pengaruhnya, Kartosoewirjo berhasil mengumpulkan banyak pengikut yang dijadikannya sebagai bagian dari pasukan Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan ini dimulai ketika Jawa Barat kosong sebagai akibat Perjanjian Renville yang mengharuskan 35.000 pasukan TNI ditarik mundur ke daerah RI. Namun anggota-anggota Hizbullah dan Sabillah tidak menaati perintah untuk mundur dan tetap berada di Jawa Barat serta menguasainya. Mereka menggabungkan diri menjadi Darul Islam serta membentuk Negara Islam Indonesia.
Negara Islam Indonesia (NII) atau dikenal dengan nama Darul Islam (DI) adalah gerakan politik yang diproklamasikannya pada 7 Agustus 1949 di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara teokrasi dengan Islam sebagai dasar negara.
Pemerintah RI berusaha menyelesaikan persoalan ini dengan cara damai. Pemerintah membentuk sebuah komite yang dipimpin oleh Natsir yang seorang ketua Masyumi. Namun, komite ini tidak berhasil merangkul kembali Kartosoewirjo ke pangkuan RI. Operasi penumpasan memakan waktu yang lama karena DI Jawa Barat mengadakan kerjasama dengan asing yang juga berniat menggulingkan Pemerintah RI.
Pada 27 Agustus 1949, pemerintah secara resmi melakukan operasi penumpasan gerombolan DI/TII yang disebut dengan Operasi Baratayudha dan dengan bantuan rakyat dalam Operasi Pagar Betis, di tahun 1962, gerombolan DI dapat dihancurkan dan S.M. Kartosoewiryo diadili dan dipidana mati.
Gerakan Darul Islam di Jawa Tengah berbeda dengan gerakan Darul Islam di Jawa Barat. Penggeraknya adalah Majelis Islam di bawah Amir Fatah di derah Tegal dan Brebes, Gerakan Umat Islam pimpinan Moh. Mahfudh Abdul Rachman dan pemberontak Batalyon 423 dan 426 TNI yang melakukan desersi. Tujuanmya adalah membentuk NII dan bergabung dengan NII Kartosoewirjo. Melalui pembentukan pasukan baru yang disebut dengan Banteng Raiders dan Operasi Kilat, Operasi Banteng Negara dan Operasi Guntur, di tahun 1954 gerombolan tersebut dapat dihancurkan.
Di Aceh rongrongan terhadap pemerintah dilakukan oleh Tengku Daud Beureueh. Penyebabnya adalah khawatir akan kehilangan kedudukan dan perasaan kecewa karena diturunkannya kedudukan Aceh dari daerah istimewa menjadi karesidenan di bawah Provinsi Sumatra Utara. Pada tanggal 21 September 1949 Ia mengeluarkan maklumat yang menyatakan bahwa Aceh merupakan negara bagian NII di bawah Kartosoewirjo.
Wilayah Aceh dikuasainya sambil menyebarkan fitnah yang berusaha memperburuk nama Indonesia di mata masyarakat Aceh. Untuk menghadapinya, pemerintah terpaksa menggunakan kekuatan senjata dan melakukan operasi pembersihan di samping melakukan pelurusan atas berita fitnah tentang RI yang disebarkan pemberontak. Pada tanggal 17-28 Desember 1962 diadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh atas inisiatif Kolonel Jasin dan didukung oleh tokoh-tokoh pemerintah daerah sehingga pemberontakan dapat diakhiri dengan jalan musyawarah.
Di Sulawesi Selatan, gerakan DI dipimpin oleh Kahar Muzakar di mana dalam operasi penumpasannya memakan waktu, biaya dan tenaga yang tidak sedikit sebab gerombolan pemberontak dapat memanfaatkan keadaan medan dan lebih mengenal sifat rakyat setempat dengan menanamkan rasa kesukuan. Sebab utama pemberontakan adalah ambisi dari Kahar Muzakar untuk mendapatkan kedudukan pimpinan APRIS. Selama perang kemerdekaan Ia berjuang di Jawa dan setelah perang usai Ia kembali ke asalnya dan memimpin laskar-laskar gerilya di Sulawesi Selatan yang kemudian bergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). Kahar muzakar menuntut agar semua anggota KGSS dimasukkan ke dalam APRIS dengan nama Brigade Hasanuddin. Tuntutan tidak dapat dipenuhi dan pemerintah hanya akan memasukkan anggota KGSS ke dalamn APRIS yang lolos penyaringan. Uluran tangan pemerintah dengan pemberian perlengkapan senjata kepada anggota KGGS yang lolos penyaringan tidak digubrisnya. Ia melarikan diri ke hutan dengan perlengkapan senjata yang dibawa. Di dalam hutan ia mulai bergrilya dan menyatakan daerah Sulawesi Selatan sebagai bagian NII Kartosoewirjo. Operasi penumpasan pemberontakan berjalan alot dan pada Februari 1965, Ia berhasil ditembak mati.
Selain masalah pemberontakan yang dilakukan oleh orang dalam dan perang dengan Belanda, pihak Republik juga mesti menghadapi kenyataan pahit terhadap ekses-ekses negatif yang ditimbulkan akibat perang dan instabilitas politik.
Di bidang ekonomi, Indonesia mengalami Kondisi yang buruk ketika terjadi Agresi Militer Belanda I dengan terjadinya inflasi dan defisit anggaran. Hal tersebut dikarenakan ketika keadaan di dalam Republik yang terdesak sampai ke Jawa Tengah pada 1948 sangat kacau. Kekuasaan Republik secara efektif telah terdesak ke pedalaman Jawa Tengah yang padat penduduk dan kekurangan beras ditambah adanya blokade Belanda dan masuknya enam juta pengungsi ke Jawa Tengah. Pemerintah kemudian mencetak lebih banyak uang lagi untuk menutupi biaya dan inflasi pun melonjak. Dengan meningkatnya inflasi dan melambungnya harga beras di pasaran, maka meningkat pula penghasilan para petani dan sebagian besar hutang-hutang dapat mereka lunasi. Sedangkan penghasilan para pekerja merosot.
Di lain pihak, pemerintah tidak sanggup mengontrol mata uang asing yang beredar di Indonesia, terutama mata uang Jepang dan Belanda. Kas negara dan bea cukai dalam keadaan nihil, begitu juga dengan pajak. Oleh karena itu, dengan sangat terpaksa pemerintah Indonesia menetapkan tiga mata uang sekaligus yaitu mata uang de Javasche Bank , mata uang Hindia Belanda dan mata uang pemerintahan Jepang. Pemerintah Indonesia juga mengambil tindakan lain yaitu menasionalisasikan perusahaan dan perkebunan asing milik swasta asing, serta mencari pinjaman dana dari luar negeri seperti Amerika, tetapi semua itu tidak memberikan hasil yang berarti dikarenakan adanya blokade ekonomi oleh Belanda dengan menutup akses ekspor impor yang mengakibatkan negara merugi. Pemerintah juga melakukan langkah drastis dalam bidang keuangan dengan melakukan pemotongan uang pada tanggal 19 maret 1950 yang menentukan bahwa uang yang bernilai 2,50 gulden ke atas dipotong menjadi dua sehingga nilainya tinggal setengahnya. Walaupun banyak pemilik uang yang terkena imbas pemotongan uang tersebut.
Di bidang militer sendiri, pemerintah melakukan rasionalisasi terhadap angkatan perang sehingga pemerintah mulai bisa mengendalikan inflasi agar tidak cepat meningkat.
Usaha- usaha lain yang dilakukan oleh pemerintah RI untuk mengatasi masalah ekonomi adalah menyelenggarakan Konferensi Ekonomi pada bulan Februari tahun 1946. Agenda utamanya adalah usaha peningkatan produksi pangan dan cara pendistribusiannya, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan milik swasta asing.
Selain soal ekonomi, pemerintah juga harus menyelesaikan soal di bidang kepegawaian dan militer yang nanti berdampak pada masalah sosial. Selesainya perang membuat jumlah pasukan harus dikurangi untuk meminimalisai beban keuangan negara dan mereka perlu mendapat tempat penampungan bila didakan rasionalisasi. Menghadapi masalah ini pemerintah mencoba membuat usaha-usaah pembangunan untuk membuka kesempatan melanjutkan pelajaran dalam pusat-pusat pendidikan yang memberi pendidikan keahlian agar mereka memiliki kesempatan untuk menempuh karier baru
Dalam hubungannya dengan luar negeri, Kabinet Hatta menjalankan politik bebas aktif walaupun hubungan diplomatik masih lebih banyak dilakukan dengan Negara-negara Barat dibandingkan dengan Negara-negara Komunis.
























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Belanda dalam menegakkan kembali hegemoni kekuasaan terhadap Republik ini dilakukan dengan cara licik. Bukan hanya lewat peperangan yang menyeret keduanya ke dalam medan pertempuran dan memakan korban, namun juga lewat perundingan yang serta merta lebih menguntungkan pihak Belanda.
Di lain pihak, orang-orang Republik dihasut dan diperalatnya untuk melawan dan mengadakan pemberontakan. Rongrongan kekuasaan yang diakibatkan oleh perang dengan Belanda dan untuk menumpas pemberontakan berimbas terhadap berbagai bidang kehidupan masyarakat.
Di bidang ketatanegaraan dengan bergantinya sistem presidensiil ke sistem ministeriil yang menandai babak baru masa liberal, membawa kesengsaraan bagi masyarakat. Bagaimana tidak, kabinet pemerintah sering mengalami pergantian jika terjadi pertentangan dalam kabinet sehingga program kabinet ke depan tidak bisa direalisasikan secara maksimal. Pekerjaan rumah negara untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat pun terbengkalai. Di samping pula situasi politik dalam negeri yang makin memanas dan diibaratkan sebagai politik dagang sapi karena sering terjadi tawar menawar jabatan politik dalam membentuk suatu koalisi di tubuh kabinet.
Perpecahan di dalam tubuh intern Republik ini ternyata mampu dimanfattkan oleh pihak Belanda untuk mengrogoti serta merebut satu per satu wilayah sekitar Republik dan mendirikan sebuah negara boneka sebagai tandingannya.
Kehadiran Sekutu terutama Amerika Serikat dan Inggris sebagai penengah masalah tidak membawa perubahan yang signifikan dalam menciptakan perdamaian. Walaupun ada niat baik, namun terkadang uluran tangan sebagai penengah sering diremehkan oleh Belanda . Berbagai kecaman karena melakukan berbagai agresi terhadap Republik ini pun dianggapanya sebagai angin lalu untuk terus maju mencapai apa yang menjadi keinginannya datang kembali ke Indonesia atau kecaman yang datang hanya sebatas wacana tanpa aksi yang signifikan di lapangan.



Daftar Pustaka
Notosusanto, Nugroho. 1975. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Frederick, William H. 2005. Pemahaman Sejarah Indonesia. Jakarta : Pustaka LP3ES
Suhartono.1994. Sejarah Pergerakan Nasional (Dari Budi Utomo - Proklamasi 1908-1945). Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Kahin, George Mcturnan. 1995. Nasionalisme dan Revolusi di Indonesia. Bandung : UNS Press Ricklefs, M.C. 2008. Sejarah Indonesia Modern (1200-2008). P.T. Jakarta : Serambi Ilmu Semesta
Pranoto, Suhartono W. 2007. Penentu Krisis Proklamasi. Jakarta : Kanisius
Malik, Adam. 1962. Riwayat dan Perjuangan Sekitar Proklamasi. Jakarta.
Kartodirdjo, Sartono . 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru. Jakarta : P.T. Gramedia Pustaka Utama
M.M. Sucipto,W. Dari Lima Jaman Penjajahan Menuju Jaman Kemerdekaan. Jakarta : Balai Pustaka
Internet (Halaman Utama Wikipedia Indonesia)